musik


MusicPlaylistView Profile
Create a playlist at MixPod.com

Kamis, 10 Mei 2012

UNSUR HARA MAKRO DAN MIKRO

A.    UNSUR HARA ESENSIAL

Unsur hara esensial adalah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh unsur lain. Bila jumlahnya tidak mencukupi, maka tanaman tidak dapat tumbuh dengan Normal.
Diantaranya :
Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Belerang (S), Besi (Fe), Mangan (Mn), Boron (B), Molibdenum (Mo), Tembaga/cuprum (Cu), Seng (Zn) dan Klor (Cl).

B.     UNSUR HARA MAKRO

Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang relatif besar.
Diantaranya :
Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Belerang (S).

C.    UNSUR HARA MIKRO

Unsur hara mikro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang relatif kecil, bila berlebihan menjadi racun.
Diantaranya :
Besi (Fe), Mangan (Mn), Boron (B), Molibdenum (Mo), Tembaga/cuprum (Cu), Seng (Zn) dan Klor (Cl), Natrium (Na), Cobalt (Co), Silicon (Si), Nikel (Ni).

D.    FUNGSI UNSUR HARA MAKRO

Jumlah tak terbatas, tidak perlu diusahakan pengadaannya
Unsur hara ini disebut juga pokok, karena penyusun bahan organik,  jumlahnya tak terbatas di alam.  Tidak ada kasus kekurangan, kalaupun ada gejalanya layu menyeluruh dan merata karena tanaman tidak disiram atau kekurangan air.

1. KARBON (C)
Sebagai pembangun bahan organik karena sebagian besar bahan kering tanaman terdiri dari bahan organik, diambil tanaman berupa C02.

2. HIDROGEN (H)
Sebagai elemen pokok pembangun bahan organik. diambil dalam bentuk air (H2O)

3. OKSIGEN (O)
Sebagai pembangun bahan organik, respirasi, dan pembakar energi. diambil oleh tanaman dalam bentuk Oksigen Bebas(O2) atau air (H2O).

Jumlah terbatas, perlu diusahakan pengadaannya

Jumlah terbatas bahkan sangat kecil di alam atau jumlah kecil yang bisa diserap tanaman, harus diusahakan pengadaannya karena nutrisi penting.

4. NITROGEN (N)
  • Merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan.
  • Merupakan bagian dari sel ( organ ) tanaman itu sendiri.
  • Berfungsi untuk sintesa asam amino dan protein dalam tanaman.
  • Merangsang pertumbuhan vegetatif ( warna hijau ) seperti daun.
Kekurangan unsur
gejalanya : pertumbuhan lambat/kerdil, daun hijau kekuningan, daun sempit, pendek dan tegak, daun-daun tua cepat menguning dan mati.

5. POSPOR (P)
  • Berfungsi untuk pengangkutan energi hasil metabolisme dalam tanaman.
  • Merangsang pembungaan dan pembuahan.
  • Merangsang pertumbuhan akar.
  • Merangsang pembentukan biji.
  • Merangsang pembelahan sel tanaman dan memperbesar jaringan sel.
Kekurangan unsur P 
gejalanya : pembentukan buah/dan biji berkurang, kerdil, daun berwarna keunguan atau kemerahan ( kurang sehat ).

6. KALIUM (K)
  • Berfungsi dalam proses fotosintesa, pengangkutan hasil asimilasi, enzim dan mineral termasuk air.
  • Meningkatkan daya tahan/kekebalan tanaman terhadap penyakit.
Kekurangan unsur K 
gejalanya : batang dan daun menjadi lemas/rebah, daun berwarna hijau gelap kebiruan tidak hijau segar dan sehat, ujung daun menguning dan kering, timbul bercak coklat pada pucuk daun.

7. CALSIUM (Ca)
  • Merupakan bagian penting dari dinding sel dan sangat penting untuk menunjang proses pertumbuhan.
  • Kalsium adalah untuk menyusun klorofil.
  • Dibutuhkan enzim untuk metabolis karbohidrat, serta mempergiat sel meristem.
Kekurangan kalsium mengakibatkan terjadinya disintegrasi pada ujung-ujung tanaman (ujung batang, akar, dan buah)  sehingga ujungnya menjadi mengering atau mati, tunas daun yang masih muda akan tumbuh abnormal.

8. MAGNESIUM (Mg)
  • Merupakan penyusun utama khlorofil yang menentukan laju fotosintesa / pembentukan karbohidrat.
  • Berfungsi untuk transportasi fosfat.
  • menciptakan warna hijau pada daun.
Kekurangan Mn
gejalanya: menguningnya daun yang dimulai dari ujung dan bagian bawah daun.

9. SULFUR (S) / Belerang
  • Pembentukan asam amino dan pertumbuhan tunas serta membantu pembentukan bintil akar tanaman
  • Pertumbuhan anakan pada tanaman
  • Berperan dalam pembentukan klorofil serta meningkatkan ketahanan terhadap jamur
  • Pada beberapa jenis tanaman antara lain berfungsi membentuk senyawa minyak yang menghasilkan aroma dan juga aktifator enzim membentuk papain
Kekurangan S pada tanaman pada umumnya mirip kekurangan unsur nitrogen. misalnya daun berwarna hijau mudah pucat hingga berwarna kuning, tanaman kurus dan kerdil, perkembangannya lambat. 

E. FUNGSI UNSUR HARA MIKRO

                                                             Mikro Esensial

10. Ferrit/besi (Fe)
  • Berfungsi untuk pembentukan klorofil.
 Kekurangan Fe yaitu daun menguning dan ahirnya mati dari pucuk.

11. Mangan (Mn)
  • Untuk penyusunan klorofil, perkecambahan, dan pemasakan buah.
Ciri kekurangan Mn biji yang terbentuk akan sangat jelek, daun menguning dan beberapa jaringan akan mati.

12. Tembaga/Cupprum (Cu)
  • Belum banyak diketahui, namun tembaga berfungsi untuk pembentukan klorofil.
Ciri kekurangan  tembaga daun tidak merata dan daun sering layu, malah terkadang klorosis.

13. Seng/zink (Zn)
  • Memberi dorongan terhadap pertumbuhan tanaman karena diduga Zn dapat berfungsi untuk membebtuk hormon tumbuh.
Kekuranan unsur ini ditandai dengan daun berwarna aneh-aneh misal kekuning-kuningan atau pada daun yang sudah tua berwarna kemerahan .   Kalau diperhatikan dengan seksama cabang dan batangpun ikut terkena bencana yang mengakibatkan terdapatnya lubang kecil-kecil.

14. Boron (B)
  • Unsur ini berfungsi menangkut karbohidrat kedalam tubuh tanaman dan menghisap unsur kalsium.
  • Berfungsi dalam perkembangan bagian-bagian tanaman untuk tumbuh aktif.
  • Pada tanaman penghasil  biji unsur ini berpengaruh terhadap pembagian sel.
  • Menaikkan mutu tanaman sayuran dan tanaman buah.
Kekurangan unsur boron paling nyata tampak pada tepi-tepi daun yaitu gejala klorosis, mulai dari bagian bawah daun.  daun yang baru muncul terlihat kecil dan tanaman agak kerdil cabang tumbuh sejajar. kuncup-kuncup mati dan berwarna hitam.  Kekurangan unsur ini menimbulkan penyakit fisiologis , khususnya pada atanaman sayur dan buah, pada tanaman semangka biasanya ditandai dengan pertumbuhan batang muda yang tegak berdiri, ruas pendek, daun mengecil, dan bila terkena angin batang muda tersebut mudah patah dan mengeluarkan cairan berwarna kecoklatan, pada tanaman sayur  dan buah kekurangan unsur bini agak sulit dibedakan dengan tanaman yang terkena serangan virus. Dan pada tanaman jagung kekurangan unsur ini bisa mengakibaatkan tongkol tanpa biji sama sekali ( mirip jagung yang tidak terbuahi).

                                                         Mikro NON Esensial

Unsur hara ini berperan dalam jumlah yang relatif kecil, Akibat Kekurangan unsur hara ini belum banyak dipelajari karena perannya dapat digantikan dengan unsur hara lainnya.
15. Klorin (Cl)
Klorin diperlukan untuk osmosis dan keseimbangan ionik sel bagian dari regulasi energi, juga memainkan peran dalam fotosintesis.

16. Cobalt (Co)
Untuk Fiksasi nitrogen dalam penyerapan unsur N (Nitrogen), Cobalt dapat digantikan perannya dengan Natrium (Na), dan Molibdenum (Mo).

17. Molibdenum (Mo)
Sebagai kofaktor pada beberapa enzim penting untuk membangun asam amino.

18. Natrium (Na)
Sebagai keseimbangan ion pada regulasi energi untuk membuka dan menutupnya stomata.

10. Silicon (Si)
Tersimpan dalam dinding sel yang mengakibatkan sifat mekanis sel yaitu kaku atau elastis.

19. Nikel (Ni)
Pada tanaman Keras/tumbuhan tingkat tinggi sebagai aktivasi urease (enzim yang berperan dalam metabolisme Nitrogen untuk proses perombakan urea).
Pada tanaman tingkat rendah, sebagai kofaktor beberapa enzim.
Perannya dapat digantikan dengan  Seng (Zn) dan Besi (Fe).


Sumber:  http://www.agroinformatika.net/2011/11/kimiawan-jerman-abad-19-menemukan-hukum.html
 

Rabu, 04 April 2012

Makalah Globalisasi

BAB I
PENDAHULUAN
Budaya di setiap daerah tidaklah sama atau beragam dan yang akan kita bahas kali ini adalah mengenai budaya pertanian di beberapa pedesaan yang secara umum dapat menunjukkan bagaimana bentuk budaya pertanian di Negara Indonesia ditinjau dari berbagai segi termasuk beberapa masalah yang cukup sering terjadi.
Berdasarkan statistik sensus pertanian 1963, di Indonesia terdapat lebih dari 41.000 komunitas desa, di antaranya lebih dari 21.000 terdapat di Jawa. Ke-41.000 komunitas desa itu didiami oleh lebih dari 80 juta penduduk yaitu kurang lebih 80% dari total jumlah penduduk di masa itu.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar warga Negara Indonesia merupakan seorang petani walaupun dalam angka statistik ada kecenderungan menurun dari 71,9 % dalam tahun 1961 menjadi 63,2% dalam tahun 1971. Ke-41.000 komunitas desa tersebut dapat kita bagi dalam 2 golongan.(1) desa – desa yang berdasarkan cocok tanam di ladang dan (2) desa – desa yang berdasarkan cocok tanam di sawah.
Desa-desa golongan pertama terletak di sebagian besar pulau Sumatara, Kalimantan , Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Irian, dan Timor, dengan perkecualian beberapa daerah di Sumatra utara dan barat, daerah pantai Kalimantan, daerah Sulawesi Selatan serta Minahasa, dan beberapa daerah terbatas yang terpencar di Nusa tenggara dan Maluku.
Sedangkan contoh dari masalah dari dinamika masyarakat desa selalu menarik untuk  diamati paling tidak dengan sandaran asumsi bahwa dinamika kehidupan mereka tidak terlepas sama sekali dari dimensi konfliktual. Kecenderungan ini juga dialami oleh struktur masyarakat pedesaan yang mata pencahariaannya juga bertani. Betapapun semula sistem sosialnya dianggap homogen tetapi akibat perubahan sosial struktur petani Indonesia mengalami penggeseran situasi dan ekologis. 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bercocok Tanam di Ladang
Teknologi bercocok tanam di ladang menyebabkan suatu komunitas desa berpindah-pindah yang sangat berbeda dengan komunitas desa menetap yang di dasarkan pada teknologi bercocok tanam di sawah. Teknologi bercocok tanam di ladang memerlukan tanah yang luas, disuatu daerah yang masih merupakan hutan rimba yang sedapat mungkin masih perawan.

Metode penanaman biji tanaman juga sangatlah sederhana, yaitu hanya dengan menggunakan tongkat tunggal berupa tongkat yang berujung runcing yang diberati dengan batu dekat pada ujungnya yang runcing itu. Dengan tongkat itulah para petani pria menusuk lubang kedalam tanah, dimana biji-biji tanaman di masukkan, pekerjaan yang di lakukan oleh wanita. Pekerjaan selanjutnya ialah membersihkan ladang dan tanaman liar, menjaganya terhadap serangan babi hutan, tikus, dan hama lainnya.
2.2 Bercocok Tanam di Jawa, Madura, dan Bali
Seorang petani di jawa, madura, atau di bali dalam kenyataan menggarap 3 macam tanah pertanian , yaitu : (1) Kebun kecil di sekeliling rumahnya ; (2) Tanah pertanian kering yang digarap dengan menetap, tetapi tanpa irigasi ; dan (3) Tanah pertanian basah yang di Irigasi yang diairi. 

Ditanah kebun kecil sekitar rumah, yang di Jawa Tengah dan Timur, dan juga di Bali di sebut pekarangan, seorang petani menanam kelapa, buah-buahan, sayur-sayuran, bumbu-bumbu, dll, yang diperlukannya dalam kehidupan rumah tngga sehari-hari.

Ditanah pertanian kering, yang di Jawa disebut tegalan, petani-petani menanam serangkaian tanaman yan kebanyakan di jual di pasar atau kepada tengkulak. Tanaman itu antara lain jagung, kacang kedelai, berbagai jenis kacang, tembakau, singkong, umbi-umbian tetapi juga padi yang dapat tumbuh tanpa irigasi. Walaupun tidak di irigasi, tanah tegalan di garap secara intensif, dan tanaman-tanamannya di pupuk secara teratur.

Bercocok tanam di tanah basah atau sawah itu, seperti tersebut diatas merupakan usaha tani yang paling pokok dan paling penting bagi para petani di Jawa dan Bali sejak beberapa abad lamanya. Dengan teknik  penggarapan tanah yang intensif dan dengan cara-cara pemupukan dan irigasi yang tradisional, para petani tersebut menanam tanaman tunggal, yaitu padi.

Berbeda dengan cocok tanam di ladang, maka cocok tanam di sawah dapat dilakukan di suatu bidang tanah yang terbatas secara terus menerus tanpa menghabiskan zat-zat hara yang terkandung didalamnya.
2.2.1 Tahap – Tahap Produksi  Bercocok Tanam di Sawah

Bercocok tanam di sawah sangat bergantung kepada pengaturan air, yang dilakukan dengan suatu sistem irigasi yang kompleks. Agar sawah dapat digenangi air maka permukaannya harus mendatar sama sekali, dan keliling oleh suatu pemantang yang tingginya 20 – 25cm.

Itulah sebabnya membuat sawah di lereng gunung memerlukan pembentukan susunan tenaga yang intensitas tenaganya tinggi. Namun di daerah dataran rendahpun bercocok tanam di sawah memerlukan banyak tenaga kerja ditahap produksi.

Rangkaian tahap – tahap produksi dalam hal bercocok tanam di sawah itu dimulai pada akhir musim kering, yang menurut teori jatuh pada bulan Oktiber atau November. Dalam kenyataannya banyak petani di jawa menentukan sendiri rangkaian tahap – tahap produksi tersebut, yang biasanya banyak di pengaruhi oleh cara –cara penghitungan tradisional. Seperti yang terdapat dalam buku – buku ilmu dukun yang disebut primbon.

Tiap lingkaran tahap – tahap pekerjaan bercocok tanam itu biasanya dimulai dengan memperbaiki bagian – bagian sistem irigasi pekerjaan ini dalah kusus pekerjaan laki – laki.

Langkah selanjutnya adlah membuka saluran air sehingga air dapat mengalir dari bagian sungai yang di bendung kesawah – sawah hingga merata. Pembagian air kesawah di desa –desa di daerah pegunungan di Jawa biasanya mudah, karena Air dengan mudah dapat mengalir dari sawah – sawah yang letaknya tinggi kesawah – sawah yang letaknya rendah.

Di bali soal – soal irigasi pembagian air, pertengkaran mengenai distribusi air irigasi dan sebagiannya di urus oleh suatu organisasi yang bernama subag. Organisasi ini tidak terikat sebagai bagian dari organisasi dari suatu perkampungan dibali, yang di sebut banjar, tetapi selalu terikat kepada suatu kompleks atau sistem bendungan tertentu.

Sawah di genangi air selama beberapa waktu,  yaitu antara 1 hingga 2 minggu. Sementara itu sudah disiapkan juga tempat – tempat untuk menyebarkan benih , untuk kedua kalinya sawah di olah dengan bajak dan cangkul serta dibiarkan lagi tererndam air selama beberapa hari.

Tanah yang sudah di olah untuk kedua kalinya, dan menggenangi air selama 1-2 minggu itu kemudian diratakan dengan garu, yang ditarik oleh kerbau atau sapi, tetapi sering kali juga oleh manusia setelah pekerjaan ini selesai, maka sawah siap untuk ditanami dengan tunas – tunas padi, Tunas-tunas padi yang sementara itu sudah di tumbuh di pesemaian.Pekerjaan menanam dikerjakan oleh wanita.

Mula – mula tunas muda dicabut dengan hati – hati dari pesemaian, lalu diikat menjadi beberapa ikatan yang dibagi-bagikan secara merata di tiap petak sawah selama tumbuh, para petani harus memelihara dan menjaga tanaman mereka dari berbagai  tumbuh-tumbuhan liar (matun) yang di lakukan oleh wanita dan apabila padi sudah mulai berbuah, serangan-serangan biasanya datang dari burung, tikus, serangga, dsb.

Berapa lamanya padi berbuah dan masak tergantung pada jenis padinya dan berbagai faktor lainnya. Sebelum panen, sering diadakan upacara selamatan yang di pimpin oleh seorang dukun. 3 atau 4 bulan setelah panen, sementara menunggu penanaman padi berikutnya, para petani menanam bermacam tanaman lain, seperti umbi-umbian, singkong, berbagai kacang, kedelai, jagung, juga padi gaga (yaitu padi kering), dll tanaman sekunder ini oleh orang jawa disebut Palawija.

2.2.2 Pengerahan Tenaga Pada Cocok Tanam di Sawah

Salah satu untuk mengerahkan tenaga tambahan untuk pekerjaan bercocok tanam secara tradisional dalam komunitas pedesaan adalah sistem bantu membantu yang di Indonesia dikenal dengan istilah Gotong Royong.

Di Indonesia dan khususnya di Jawa, aktivitas gotong royong biasanya tidak hanya menyangkut lapangan bercocok tanam saja tetapi juga menyangkut lapangan kehidupan sosial lainnya seperti :
1. Dalam hal kematian, sakit , atau kecelakaan, dimana keluarga yang sedang menderita itu mendapatkan pertolongan berupa tenaga dan benda dari tetangga – tetangganya dan orang – orang lain di desa
2. Dalam hal pekerjaan sekitar rumah tangga, misal memperbaiki atap rumah, mengganti dinding rumah, membersihkan rumah dari hama tikus dan sebagainnya, untuk mana pemilik rumah dapat meminta bantuan tetangga –  tetangganya yang dekat memberikan jamuan makanan.
3. Dalam hal pesta – pesta, misalnya dalam pesta pernikahan anaknya, bantuan tidak hanya dapat diminta dari kaum kerabatnya tapi juga dari tetanggnya.
4. Dalam mengadakan pekerjaan yang berguna untuk kepentingan umum dalam masyarakat desa, seperti memperbaiki jalan, jembatan, bendungan irigasi, bangunan umum, dsb.

Upah secara adat di bayar dengan sebagian dari hasil pertanian, dan jumlahnya tergantung keadaan. Upah berupa uang adlah suatu cara membayar buruh tani yang sudah lazim di seluruh Indonesia. Walaupun cara ini merupakan sistem yang relatif baru di Indonesia, di Jawa sudah dikenal sejak pertengahan abad ke-19 yang lalu.

Masa kini terutama dalam produksi bercocok tanam terjadi proses penggeseran dari proses pengerahan tenaga bantuan di luar rumah tangga dengan gotong royong kecara dengan menyewa buruh.

2.2.3 Fragmentasi Sawah di Jawa, Madura, dan Bali

Laju pertumbuhan penduduk yang sangat cepat itu terutama di Jawa memang merupakan sebab utama dari proses makin kecilnya usaha tani secara rata – rata menurut sensus pertanian 1963, tanah memiliki petani di Jawa dan Madura adalah rata – rata 0.7 H.

Tanah pertanbian berupa sawah atau tegalan yang sudah demikian kecilnya itu pada umumnya kemudian di pecah – pecah lebih lanjut menjadi bagian – bagian yang lebih kecil lagi.

Fragmentasi yang sifatnya ekstrim seperti itu terjadi karena petani pemiliknya membagi – bagi tanahnya untuk di garap oleh sejumlah petani lain dengan berbagai macam cara di antaranya ada cara yang paling tradisional yaitu ketiga adat berbagi hasil : Maro, Mertelu, dan Merpat.

Fragmentasi sekarang juga terjadi karena disamping membagi hasil bagian – bagian dari tanahnya kepada sejumlah petani lain, seorang petani pemilik sering kali juga menyewakan beberapa bagian dari tanahnya, sehingga dengan demikian ia tidak hanya menerima pendapatan berupa hasil bumi tetapi juga berupa uang tunai.

2.3 Mobilitas Komunitas Desa
2.3.1 Mata Pencaharian Petani di Luar Sektor Pertanian

Walaupun penduduk desa biasanya terlibat dalam sektor pertanian dalam tiap komunitas desa di seluruh Indonesia sudah jelas banyak terdapat sumber mata pencaharian yang lain. Penduduk desa pada umumnya juga terlibat dalam bermacam – macam pekerjaan di luar sektor pertanian, dan mengerjakan ke-2 sektor tersebut pada waktu bersamaan, sebagai pekerjaan primer dan sekunder.

Seorang petani yang memiliki sebidang tanah yang cukup luas yang juga memiliki sebuah warung yang dijaga oleh ibunya pada awal musim bercocok tanam, mungkin menerima penghasilan yang lebih banyak dari warungnya dari pada dari hasil kebun pekarangannya yang di jual istrinya di pasar desa.

Desa – desa di Jawa yang ada sepanjang jalan raya dekat pabrik – pabrik pusat Industri atau dekat kota – kota kecil atau besar, biasanya kurang lebih terpengaruh oleh gaya hidup kota. Banyak penduduk desa dengan lokasi tersebut memiliki atau berhasrat memiliki rumah gaya kota, lengkap dengan lantai tegel atau setidak – tidaknya lantai semen, jendela kaca, atap seng atau genting, dan perabotan kota lainnya.
2.3.2 Mobilitas Geografis

Pola – pola mata pencaharian dan aktivitas di luar sektor pertanian tersebut di atas tentu menyebabkan terjadinya suatu mobilitas geografikal yang sangat ekstensif dalam masyarakat pedesaan di Indonesia dan khususnya di Jawa.

Hal ini telah di lukiskan dalam sebuah laporan penelitian mengenai kehidupan komunitas – komunitas desa sekitar jakarta (Koentjaraningrat 1975), yang juga termuat dalam bagian III dari Buku Bunga Rampai.
2.4 Komunitas Desa dan Dunia Diluar Desa

Sepanjang masa sebagian besar komunitas desa di Indonesia, dari Aceh hingga Irian Jaya, telah di dominasi oleh suatu kekuasaan pusat tertentu banyak diantaranya telah mengalami dominasi itu sejak zaman kejayaan kerajaan – kerajaan tradisional ; banyak yang mengalaminya sejak jaman penjajahan Belanda atau Inggris, dan yang lainnya yang baru mengalaminya sejak beberapa waktu terakhir ini.

Walaupun demikian kesadaran akan adanya suatu dunia luas di luar komunitas desa sendiri perlu di analisa, lepas dari jangkauan hubungan dari para petani pedesaan dengan orang – orang atau kelompok – kelompok tertentu di dunia luar, sedangkan kesadaran tadi itu juga belum berarti bahwa para petani pedesaan itu juga mempunyai perhatian dan pengertian yang luas dari dunia luar.

Suatu yang sangat cocok untuk menganalisa perbedaan antara kesadaran dan pengertian dari para petani pedesaan mengenai dunia luar batas komunitas itu, serta ruang lingkup hubungan sosialnya disana, adalah konsep yang di kembangkan oleh ahli antropologi sosial. Yaitu J.A. Barnes mengenai “ Lapangan – Lapangan Sosial ” atau “Social Fields” (1954).

Menurut konsep itu, petani desapun dalam kehidupan sosialnya dapat bergerak dalam lapangan – lapangan sosial yang berbeda, menurut keadaannya yang berbeda – beda dan dalam waktu yang berbeda – beda. Karena itu banyak petani di Indonesia pada umumnya mempunyai hubungan sosial dalam lapangan hidup pertanian.

Usaha yang penting dari para perencana pembangunan masyarakat desa adalah untuk selalu menyediakan dan menciptakan adanya kepentingan – kepentingan lokal, yang dapat mengembangkan lapangan – lapangan sosial dengan ruang lingkup lokal. Dengan demikian kecenderungan orang – orang desa dapat terjaga
2.5 Konflik Pada Masyarakat Pertanian
    Dampak fenomona konflik yang tetap menonjol pada masyarakat petani di pedesaan adalah maslah yang berkaitan dengan tanah. Salah satu fenomena konflik yang terjadi di pedesaan di jenggawah, yang menjadi masalah Nasional dan menghiasi media masa pada 1995 dengan ciri kekerasan masa yang menyertainya.

2.5.1 Kerangka Terotorik
   
 Secara terotoris, Paige melihat berbagai kelompok yang memiliki peran cukup besar dalam pertumbuhan konflik di pedesaan. Kelompok – kelompok ini secara konsepsi adalah cultivator dan non-cultivator yang secara konvensional sebenarnya merupakan kelas sosial seperti, buruh tanah, pemegang usaha kecil, pemilik modal, dan kelas mengah desa.

    Konflik menurut versi Paige, munculnya dari kelompok cultivator dan non-cultivator. Munculnya konflik nerasal dari 2 kategori variabel yang menentukan timbulnya suatu konflik sosialyaitu tanah dan upah.

2.5.2 Struktut Sosial dan Asal Usul Konflik Tanah Jenggawah

    Jenggawah, sebagaimana desa – desa lain, memiliki struktur sosial yang masih agraris dalam perkembangan masyarakat seperti ini maka ciri menonjolnya adalah tradisionalisme.

Dalam masyarakat desa yang tradisional dan bersifat pertanian, maka perantara -  perantara menghubungkan antar personal di dalam masyarkat adalah (1) Bersifat pribadi (2) tak lengkap (3) bersalurak sedikit (4) Ditandai oleh lebih banyak komunikasi ke bawah ketimbang ke atas dan (5) Jarang di manfaatkan. Sementara pilihan – pilihan kekuasaan yang digunakan dala masyarakat pedesaan lebih menekankan aspek kewibaan tradisional dan kekerasan fisik.

Jika struktur dipahami sebagai tingkatan status sosial yang berbeda dalam masyarakat secara sosiologis, maka struktur sosial jenggawah di tempati oleh (1) Golongan struktur atas adalah kelompok orang – orang kaya, kyai, aparat desa, dan kaum terdidik yang memiliki jabatan terpandang, (2) Golongan menengah adalah para petani yang mampu mengelola tanahnya dengan baik, agak mandiri, atau kelompok pertanian agak cukupan, dan (3) Golongan bawah yaitu petani gurem, dan petani kekurangan yang cenderung menjadi klien abdi dari patron atas.

2.5.3 Pergolakan Petani Jenggawah 1969 sampai 1995

Perjalanan konflik tanah di jenggawah di mulai sebelum 1969. peristiwa yang mendahului adalah gagalnya pelaksanaan Land Perform atau orang desa (Petani) terus menyebutnya dengan pengkaplingan tanah, karena tanah yang luas di kapling – kapling menjadi 0.3 H untuk masing – masing bagian. Tetapi konflik yang bersumber dari Land Perform mereda. Kemudian konflik muncul kembali pada 1969 ketika akan diberlakukan SK mendagri no 32/HGU/DA/1969 kepada PPN XX VII yang dianggap gagal. Karena ketika itu (1968) tersebar berita akan dilakukan penggantian dirik / petok D menjadi sertifikat.

2.5.4 Tipologi kelompok – kelompok yang berkonflik

Berkaitan dengan konflik tanah yang muncul, pada beberapa pertanian yang dapat diajukan untuk lebih mendalami kompleksitas permasalahan petani jengggawah. Bagaimana tipologi kelompok – kelompok yang berkonflik ? Jika tipologi di pahami sebagai upaya menyederhanakan atas ruwetnya kelompok yang melibatkan dalam interaksi mengakibatkan konflik, bagaimana prilakunya, kelompok mana yang kuat, dan kelompok mana yang lemah ? apakah tipologi terhadap mereka yang terlibat dalam konflik bersifat homogen, jika mengacu pada tindakan mereka cenderung radikal ?

Menurut Paige tipologi konflik pertanian terjadi antara organisasi pertanian yang di sokong oleh kebijakan dan mereka yang berkedudukan sebagai pekerja ; terjadi antara kelas atas baru dalam pertanian  (Pemilik Modal) dan Petani lama yang menguasai tanah; juga antara masuknya tanah kedalam Commercial Enterpreneur dan petani menyewa yang dibatasi tenaga kerjanya baik yang sewaan maupun tetap.

2.5.5 Pola Penyelesaian Konflik

    Istilah penyelesaian konflik mengacu pada pendekatan manajemen konflik politik dan teori strukturalis semi otonom. Kedua paradigma ini melihat keterlibatan negara secara konkret sebagai penengah munculnya konflik yang terjadi di tengah masyarakat. Menurut pendekatan manajemen pendekatan konflik, penyelesaian konflik dianggap sebagai upaya pengelolaan konflik oleh negara.

    Negara memainkan peran dalam pengelolaan konflik yang terjadi di masyarakat sehingga dapat di transformasikan menjadi konsensus.sementara teori strukturalis semi otonom mempersepsikan negara sebagai  lembaga politik yang lebih ototnom. Negara lebih dianggap berperan sebagai penengah konflik antara berbagai kelompok kepentingan, sehinggga pembangunan oleh negara di pandang sebagai upaya menggalang sumber daya untuk menengahi konflik yang terjadi.

    Kontrol politik oleh negara orde baru (NOB) dan aparatnya, dilihat dari 2 kriteria yaitu (a) siapa yang melakukan intervensi / kontrol politik; dan (b) dalam bentuk apa interferensi dilakukan baik kepada petani, dan kelompok penekan, maupun tim mediasi.
2.5.6 Kesimpulan : Rakyat dan Kekuasaan

    Hubungan keserasian antara rakyat dan negara, dalam terminologi paradigma kultural jawa di cerminkan oleh konsep manunggaling kawulo gusti. Raja sebagai gusti dan rakyat sebagai kawulo – wong cilik dan abdi. Merupakan elemen sosial yang mereka kendalikan secara harmonis. Apa kunci harmonis itu ? dalam sejarah, dongeng rakyat melindungi raja atau sebaliknya sering kali menjadi cerita anak – anak negeri secara filosofi jawa, keharmonisan itu terjadi karena terjaganya lingkungan mikro dan makro lingkungan mikro sebagai indikasi kawulo sedangkan lingkungan karo sebagai gambaran raja.

    Tatanan yang di bangun berapa kali disebut dengan istilah hubungan kawulo gusti atau dalam terminologi teori modern di sebut hubungan patron-klien suatu pola hubungan yanng menunggal dan saling melindungi.

Tipologi konflik pertanian terjadi antara organisasi pertanian yang di sokong oleh kebijakan dan mereka yang berkedudukan sebagai pekerja ; terjadi antara kelas atas baru dalam pertanian  (Pemilik Modal) dan Petani lama yang menguasai tanah; juga antara masuknya tanah kedalam Commercial Enterpreneur dan petani menyewa yang dibatasi tenaga kerjanya baik yang sewaan maupun tetap.


BAB III
PEMBAHASAN
    Dari keseluruhan data diatas dapat kita simpulkan bahwa di Negara Indonesia sebagian besar penduduknya adalah petani yang pertaniannya dibagi menjadi beberapa jenis yaitu bercocok tanam di ladang dan di sawah. Dan dibeberapa daerah tertentu memiliki keunikan sendiri – sendiri.

    Untuk bercocok tanam di ladang dan dengan teknologi bercocok tanam di ladang menyebabkan suatu komunitas desa berpindah-pindah yang sangat berbeda dengan komunitas desa menetap yang di dasarkan pada teknologi bercocok tanam di sawah

Metode penanaman biji tanaman juga sangatlah sederhana, yaitu hanya dengan menggunakan tongkat tunggal berupa tongkat yang berujung runcing yang diberati dengan batu dekat pada ujungnya yang runcing itu

Sedangkan untuk bercocok tanam di sawah sangat bergantung kepada pengaturan air, yang dilakukan dengan suatu sistem irigasi yang kompleks. Agar sawah dapat digenangi air maka permukaannya harus mendatar sama sekali, dan keliling oleh suatu pemantang yang tingginya 20 – 25cm.

Itulah sebabnya membuat sawah di lereng gunung memerlukan pembentukan susunan tenaga yang intensitas tenaganya tinggi. Namun di daerah dataran rendahpun bercocok tanam di sawah memerlukan banyak tenaga kerja ditahap produksi.

Rangkaian tahap – tahap produksi dalam hal bercocok tanam di sawah itu dimulai pada akhir musim kering, yang menurut teori jatuh pada bulan Oktiber atau November. Dalam kenyataannya banyak petani di jawa menentukan sendiri rangkaian tahap – tahap produksi tersebut, yang biasanya banyak di pengaruhi oleh cara –cara penghitungan tradisional.

Sedangkan dibeberapa daerah seperti Jawa, Madura, dan Bali Seorang petani dalam kenyataan menggarap 3 macam tanah pertanian , yaitu : (1) Kebun kecil di sekeliling rumahnya ; (2) Tanah pertanian kering yang digarap dengan menetap, tetapi tanpa irigasi ; dan (3) Tanah pertanian basah yang di Irigasi yang diairi. 

Ditanah kebun kecil sekitar rumah, yang di Jawa Tengah dan Timur, dan juga di Bali di sebut pekarangan, seorang petani menanam kelapa, buah-buahan, sayur-sayuran, bumbu-bumbu, dll, yang diperlukannya dalam kehidupan rumah tngga sehari-hari.

Para petani selain bertani juga memiliki usaha yang lain, seorang petani yang memiliki sebidang tanah yang cukup luas yang juga memiliki sebuah warung yang dijaga oleh ibunya pada awal musim bercocok tanam, mungkin menerima penghasilan yang lebih banyak dari warungnya dari pada dari hasil kebun pekarangannya yang di jual istrinya di pasar desa.

Dan mereka juga berhubungan dalam suatu komunitas yang luas dan hal itu dapat kita pelajari dengan Suatu cara yang sangat cocok untuk menganalisa perbedaan antara kesadaran dan pengertian dari para petani pedesaan mengenai dunia luar batas komunitas itu, serta ruang lingkup hubungan sosialnya disana, adalah konsep yang di kembangkan oleh ahli antropologi sosial. Yaitu J.A. Barnes mengenai “ Lapangan – Lapangan Sosial ” atau “Social Fields” (1954).

Menurut konsep itu, petani desapun dalam kehidupan sosialnya dapat bergerak dalam lapangan – lapangan sosial yang berbeda, menurut keadaannya yang berbeda – beda dan dalam waktu yang berbeda – beda. Karena itu banyak petani di Indonesia pada umumnya mempunyai hubungan sosial dalam lapangan hidup pertanian

Petani juga memiliki beberapa masalah seperti yang terjadi di pedesaan di jenggawah, yang menjadi masalah Nasional dan menghiasi media masa pada 1995 dengan ciri kekerasan masa yang menyertainya. Perjalanan konflik tanah di jenggawah di mulai sebelum 1969. peristiwa yang mendahului adalah gagalnya pelaksanaan Land Perform atau orang desa (Petani) terus menyebutnya dengan pengkaplingan tanah, karena tanah yang luas di kapling – kapling menjadi 0.3 H untuk masing – masing bagian.

Tetapi konflik yang bersumber dari Land Perform mereda. Kemudian konflik muncul kembali pada 1969 ketika akan diberlakukan SK mendagri no 32/HGU/DA/1969 kepada PPN XX VII yang dianggap gagal. Karena ketika itu (1968) tersebar berita akan dilakukan penggantian dirik / petok D menjadi sertifikat.

Penyelesaian konflik mengacu pada pendekatan manajemen konflik politik dan teori strukturalis semi otonom. Negara memainkan peran dalam pengelolaan konflik yang terjadi di masyarakat sehingga dapat di transformasikan menjadi konsensus.sementara teori strukturalis semi otonom mempersepsikan negara sebagai  lembaga politik yang lebih ototnom.

 Negara lebih dianggap berperan sebagai penengah konflik antara berbagai kelompok kepentingan, sehinggga pembangunan oleh negara di pandang sebagai upaya menggalang sumber daya untuk menengahi konflik yang terjadi. Para petani yang juga rakyat memiliki hubungan yang unik mengikuti terminologi paradigma kultural jawa di cerminkan oleh konsep manunggaling kawulo gusti. Raja sebagai gusti dan rakyat sebagai kawulo – wong cilik dan abdi.

Dengan penyimbolan rakyat melindungi raja atau sebaliknya sering kali menjadi cerita anak – anak negeri secara filosofi jawa, keharmonisan itu terjadi karena terjaganya lingkungan mikro dan makro lingkungan mikro sebagai indikasi kawulo sedangkan lingkungan karo sebagai gambaran raja.


BAB IV
PENUTUP
 4.1 Kesimpulan

    Itulah sedikit mengenai gambaran dari bagaimana budaya para petani di Indonesia dilihat dari berbagai aspek ditinjau dari berbagai jenisnya terdiri dari pertanian di sawah dan di ladang serta menyatakan beberapa pertanian yang khusus di daerah Jawa, Madura, dan Bali. Serta beberapa konflik yang sering terjadi dan beberapa cara penyelesaiannya yang dapat dilakukan.

    Makalah ini tidaklah sempurna maka kami berharap akan kritik dan saran yang bersifat membangun dan kami berterimakasih atas rahmat tuhan karenanya makalah ini bisa selesai pada waktunya.

4.2 Saran
   
    Agar ketika sesi pertanyaan waktu untuk membahas pertanyaan lebih di perpanjang sehinggajawabannya lebih seru dan terkesan lebih hidup.
Daftar Pustaka
Anonymous a, http://www.wikipedia.org/budaya diakses tanggal
Anonymous b, http://www.young.com   diakses tanggal
Anonymous c, http://www.seputarilmunteknologi informasi.com  diakses tanggal
Anonymous d, Jurnal Masyarakat Pedesaan di Indonesia oleh Koentjaraningrat disadur
tanggal 
Anonymous e, Artikel Konflik Tanah di Jenggawah oleh Moch. Nurhasim disadur

Laporan Peramalan Hama dan Penyakit Tumbuhan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Peramalan organisme penggangu tanaman (OPT) adalah suatu kegiatan yang diarahkan untuk mendeteksi atau memprediksi populasi atau serangan OPT serta kemungkinan penyebaran dan akibat yang ditimbulkannya dalam ruang dan waktu tertentu. Peramalan OPT komponen penting dalam strategi pengelolaan hama dan penyakit tanaman sebab dengan adanya peramalan dapat memberikan peringatan dini mengenai tingkat dan luasnya serangan. Tujuan peramalan OPT adalah menyusun saran tindak pengelolaan atau penanggulangan OPT sesuai dengan prinsip dan strategi PHT sehingga populasi atau serangan OPT dapat ditekan, tingkat produktivitas tanaman pada taraf tinggi, secara ekonomis menguntungkan dan aman terhadap lingkungan.
Peramalan bagian penting dalam proses pengambilan keputusan, sebab efektif atau tidaknya suatu keputusan umumnya tergantung pada beberapa faktor yang tidak dapat kita lihat pada waktu keputusan itu diambil. Tujuan peramalan adalah untuk memperkecil resiko yang mungkin terjadi akibat suatu pengambilan keputusan. Peramalan dan pengambilan keputusan merupakan dasar dalam menyusun suatu bentuk perencanaan yang menjadi aktifitas kehidupan sehari-hari.
Epidemi penyakit pada tanaman dapat menyebabkan kerugian yang besar dalam hasil budidaya tanaman serta mengancam untuk memusnahkan seluruh spesies, Epidemiologi penyakit tanaman sering dilihat dari pendekatan multi-disiplin, yang membutuhkan biologis, perspektif statistik, agronomi dan ekologi. Biologi diperlukan untuk memahami patogen dan siklus hidupnya. Hal ini juga penting untuk memahami fisiologi tanaman dan bagaimana patogen yang dapat mempengaruhi itu.


1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui Pengertian pengamatan dan ambang ekonomi
b. Untuk mengetahui Peranan pengamatan dalam PHT
c. Untuk mengetahui Macam macam pengamatan
d. Untuk mengetahui Pengamatan dan penilaian serangan hama
e. Untuk mengetahui Pengamatan dan penilaian serangan penyakit
f. Untuk mengetahui Bentuk bentuk penyebaran dan ciri cirinya
g. Untuk mengetahui Teknik pengambilan contoh
h. Untuk mengetahui Bentuk penafsiran tingkat populasi hama
i. Untuk mengetahui Macam macam perangkap
j. Untuk mengetahui Hama penting tanaman
k.Untuk mengetahui penyakit penting tanaman
l. Untuk mengetahui Faktor yang mempengaruhi penyebaran hama
m. Untuk mengetahui Faktor yang mempengaruhi epidemologi tumbuhan


BAB II
 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pengamatan dan Ambang Ekonomi
Pengamatan adalah proses pengambilan data dalam penelitian di mana peneliti atau pengamat melihat situasi penelitian. Pengamatan sangat sesuai digunakan dalam penelitian yang berhubungan dengan kondisi/interaksi belajar mengajar, tingkah laku, dan interaksi kelompok. Pengamatan harus dilakukan secara teliti dan berulang-ulang selama masa tertentu yang ditetapkan, untuk menemukan organisme pengganggu tumbuhan berbahaya pada bibit/benih tanaman yang dikenakan tindakan pengasingan. dengan maksud merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya. Ilmu pengetahuan biologi dan astronomi mempunyai dasar sejarah dalam pengamatan oleh amatir .(Moris, 1960).
Ambang Ekonomi adalah kepadatan populasi hama yang memerlukan tindakan pengendalian untuk mencegah peningkatan populasi hama berikutnya yang dapat mencapai Aras Luka Ekonomi, ALE (Economic Injury Level). Ambang Ekonomi adalah batas populasi hama atau kerusakan oleh hama yang digunakan sebagai dasar untuk digunakannya pestisida. Diatas AE populasi hama telah mengakibatkan kerugian yang nilainya lebih besar daripada biaya pengendalian (James, 1971).

2.2 Peranan Pengamatan dalam pengendalian hama dan Penyakit Terpadu
Pengamatan merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan baik sebelum kegiatan pengendalian dilakukan untuk menentukan perlu tidaknya kegiatan pengendalian dilakukan maupun sesudah pngendalian untuk melakukan evaluasi terhadap hasil pengendalian yang dilakukan tersebut. Data atau informasi/ keterangan yang diperoleh dari hasil pengamatan dapat dipergunakan sebagai dasar untuk menentukan :
a.Perlu tidaknya pengendalian dilakukan
b.Metode pengendalian yang dipilih dan bagaimana cara melaksanakannya.
c.Tindakn apa dan bagaimana cara melakukannya serta yang harus diambil untuk mencegh meluasnya penyakit dan serangan hama (Elliot,1977).
2.3 Macam-macam Pengamatan
Berdasarkan sifatnya, pengamatan dibedakan menjadi :
a.Pengamatan kualitatif,
Untuk mengetahui macam hama atau penyakit, lokasinya dan bagaimana keadaannya.
b.Pengamatan kuantitatif
Untuk mengetahui lebih rinci tentang hama atau penyakit, berapa luas serangan dan intensitasnya (Zadoks, 1979).
Berdasarkan kekerapan (frekuensi)nya, pengamatan dibedakan menjadi :
a.Pengamatan tetap/ pengamatan kontinyu/ pengamatan regular
Pengamatan yang dilakukan terus menerus secara berkala atau dengan skala (interval) waktu tertentu pada suatu wilayah pengamatan tertentu.
b.Pengamatan Keliling/ insidental
Bertujuan untuk menutupi kekurangan yang terdapat pada pengamatan tetap, karena pada pengamatan tetap jumlah petak contoh sangat terbatas. Pengamatan kelilng adalah pengamatan untuk mengetahui terjadinya serangan hama atau timbulnya penyakit pada tempat-tempat tertentu yang dapat menjadi sumber hama atau penyakit. Pengamatan keliling dilakukan apabila bagian tanaman menunjukkan gejala yang patut dicurigai, atau adanya informasi dari sumber yang dapat dipercaya (Elliot,1977).
Berdasarkan jumlah sampel (contoh) yang diamati, pengamatan dibedakan menjadi :
a.Pengamatan Global
Pengamatan yang dilakukan pada skala wilayah pengamatan yang cukup luas, tetapi dengan jumlah sampel yang reatif sedikit.Data atau informasi yang diperoleh biasanya masih sangat kasar atau masih kurang teliti.
b.Pengamatan Halus
Merupakan lanjutan dari pengamatan global yaitu apabila pengamatan global diperoleh data atau informasi yang menunjukkan adanya penyakit atau serangan hama yang cukup mengkhawatirkan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penambahan jumlah sampel yang diamati untuk meningkatkan ketelitian dari data atau informasi yang diperoleh (Elliot,1977).

2.4 Pengamatan dan Penilaian Serangga Hama
Penilaian terhadap tingkat serangan hama dilakukan berdasarkan tingkat populasi hama maupun tingkat intensitas kerusakannya. Penentuan penlaian terhadap tingkat serangan maupun kerusakan tersebut tidak akan dapat dilakukan tanpa didakan pengamatan. Adapun kriteria penilaiannya menjadi :
a.Pertanaman sehat
Dikatakan sehat apabila pertanaman mengalami serangan hama mulai tidak ada sama sekali sampai batas ambang ekonomi.
b.Pertanaman dengan serangan/ kerusakan ringan.
Bila pertanaman mengalami serangan hama mulai batas ambang ekonomi sampai di bawah kerusakan 25 %.
c.Pertanaman dengan serangan/ kerusakan sedang
Bila pertanaman mengalami serangan hama mulai batas kerusakan 25 % sampai di bawah 50 %.
d.Pertanaman dengan serangan/ kerusakan berat
Bila pertanaman mengalami serangan hama mulai batas 50 % sampai di bawah 85 %.
e.Pertanaman dengan serangan/ kerusakan puso
Bila pertanaman mengalami kerusakan sama dengan atau lebih besar dari 85 %.
(Nishida, 1970)
2.5 Pengamatan dan Penilaian Serangga Penyakit
Penentuan penilain terhadap penyakit hanya dinyatakan dalam persen tanaman atau bagian tanaman yang sakit terhadap keseluuhan jumlah populasi tanaman atau bagian tanaman yang diamati. Dengan tanaman yang diamati hanya dinilai sebagai sakit atau sehat, tanpa memandang kerusakan yang terjadi.
Namun untuk penilain intensitas penyakitlebih sulit ditentukan sebab apabila suatu penyakit menyebabkan kerusakan pada berbagai organ tanaman, misalnya daun, dan buah, karena untuk masing-masing organ tanaman diperlukan suatu standar penilaian penyakit tertentu.
Intensitas penyakit lebih sulit ditentukan bila penyakit menyebabkan kerusakan pada berbagai organ tanaman, misalnya daun dan buah karena untuk masing-masing organ tanaman diperlukan suatu standar penilaian penyakit tertentu (Southwood, 1966).

2.6  Bentuk-bentuk Penyebaran dan Ciri-cirinya
Secara garis besar penyebaran hama dalam ruang dibedakan menjadi tiga bentuk penyebaran yaitu :
a.Penyebaran secara acak
Pada bentuk penyebaran ini kedudukan suatu individu serangga hama pada suatu titik di dalam tidak di pengaruhi ataupun mempengaruhi kedudukan individu serangga hama lain yang ada pada titik yang lain.
Penyebaran acak terjadi pada tingkat awal dari penghunian suatu lahan pertanaman oleh suatu hama, jadi baru terjadi pada tingkat imigrasi yang awal. Kalau sudah terjadi proses perkembangbiakan, proses tersebut belum berlangsung terlalu lama. Pada umumnya tingkat populasi juga masih rendah.Kalau oleh suatu sebab tertentu faktor mortalitas alami mengakibatkan tingkat kepadatan populasi menjadi tetap rendah, pada umumnya dengan tingkat kepadatan populasi tetap rendah, pada umumnya dengan tingkat kepadatan yang rendah tersebut penyebaran hama juga akan menunjukkan bentuk yang acak.
Secara matematik bentuk penyebaran acak tersebut akan mengikuti bentuk penyebaran Poisson. Penyebaran ini memiliki ciri-ciri bahwa nilai keragaman kepadatan populasi hama besarnya sama dengan nilai rata-rata.
b.Penyebaran yang teratur
Pada bentuk penyebaran teratur ini kepadatan populasi serangga hama hampir merata. Oleh sebab itu hasil pengamatan kepadatan populasi pada setiap unit sample relatif akan sama.
Bentuk penyebaran teratur secara matematik akan dicirikan dengan besarnya nilai keragaman akan lebih kecil daripada rata-ratanya. Hal ini disebabkan kepadatan populasi yang relatif homogen tersebut.
c.Penyebaran mengelompok
Bentuk penyebaran ini seakan-akan merupakan kebalikan dari bentuk penyebaran acak, dimana kedudukan dari suatu individu serangga hama pada suatu titik di dalam ruang akan dipengaruhi ataupun mempengaruhi kedudukan individu serangga hama lain yang ada pada titik yang lain.
Pada umumnya penyebaran mengelompok terjai pada tingkat lanjut dari penghunian suatu lahan pertanaman oleh hama, jadi akan terjadi pada tingkat imigrasi yang telah berlanjut. Disitu sudah terjadi proses terjadinya perkembangbiakan, proses tersebut sudah berlangsung cukup lama. Pada umumnya tingkat kepadatan populasi akan tinggi (anonymous, 2011)

2.7  Teknik Pengambilan Contoh
a. Teknik Sampling Secara Acak
    Setiap anggota obyek yang diteliti mempunyai peluang atau kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel dengan harapan sampel yang diambil tidak terjadi bias atau sifat memihak. Teknik sampling secara acak dikenal ada beberapa cara, diantaranya adalah :

Sampling Acak Sederhana
Dengan cara melakukan acak atau peluang yang sama terhadap sampel yang akan dipilih, dilakukan dengan cara yang sederhana. Misalnya dengan cara lotere, atau menggunakan table angka acak yang sudah tersedia.
Sampling Acak Kelompok
Kesulitan yang kemungkinan terjadi pada saat penentuan sampel secara acak  pada cara sampling acak sederhana disebabkan obyek yang sangat banyak. Untuk menyederhanakan pengacakan secara menyeluruh tersebut, dapat dilakukan dengan membagi obyek menjadi kelompok-kelompok tertentu atau mengurangi jumlah pemberian nomor.Pengacakan selanjutnya dilakukan terhadap kelompok-kelompok yang sudah dibuat sehingga sampelnya adalah sampel kelompok.Dalam pelaksanaan pengamatan lapangan, yang dimaksud kelompok adalah suatu panjang baris tertentu. Misalnya satu meter baris tanaman atau kelompok tanaman dalam luas tertentu yang dinyatakan dalam satu meter persegi.
Sampling Acak Sistematik
Merupakan cara penyederhanaan lebih lanjut dari kedua cara yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada cara ini, pengacakan hanya dilakukan sekali yaitu pada sampel yang pertama, selanjutnya sampel berikutnya ditentukan dengan menggunakan skala (interval) jarak tertentu. Seringkali cara sistematik ini dikombinasikan dengan cara kelompok, sehingga tersusun pengambilan contoh secara kelompok sistematik. Contohnya, diambil keloppok dengan luas 1 meter persegi dan letaknya ditentukan secara sistematik.
Sampling Acak Berlapis
Dalam satu wilayah pengamatan didapatkan pertanaman dengan intensitas kerusakan yang berbeda-beda.Dalam hal seperti ini, sebaiknya pengambilan sampel tidak dilakukan dengan pengacakan secara langsung, tetapi sebelumnya wilayah pengamatan intensitas kerusakannya.Misalnya, wilayah dengan kerusakan berat, kerusakan sedang, ringan dan wilayah yang masih sehat.Kemudian dilihat proporsi luasnya baru kemudian pengambilan sampel dilakukan secara acak pada masing-masing wilayah dengan kategori kerusakan tersebut.Jumlah sampel yang diambil proporsional dengan luasnya masing-masing.
Sampling Acak Bertingkat
Dilakukan survey terhadap wilyah tertentu misalnya suatu kabupten, untuk mengetahui terjadinya serangan hama, baik mengenai kepadatn intensitas serangan, luas serangan serta mengenai kepadatan populasinya.  Untuk menetapkan sampai pada unit pengamatan, seringkali perlu dilakukan sampling secara acak bertingkat.
(Southwood, T.P.E. 1966)

c.Teknik Sampling Terpilih
Dalam melakukan pengamatan hama diperlukan cakupan wilayah pengamatan yang cukup jelas, jadi sifat pengamatan ekstensif sehingga jumlah sampel yang diamati tentu relatif akan sedikit. Untuk memenuhi pengamatan yang bersifat ekstensif, maka sampel pengamatan yang jumlahnya hanya sedikit tersebut harus betul-betul diplih yang dapat mewakili keadaan secara umum.Hal ini dapat dilaksanakan apabila telah diketahui sifat-sifat atau kondisi obyek pengamatan secara umum. Sehingga sifat pengambilan sampel hanya ingin membuktikan apakah sifat-sifat umum dari hasil pendugaan tersebut terwujud pada sampel pengamatan , atau mungkin ingin mengetahui lebih lanjut tentang apa yang terdapat pada kondisi yang terlihat secara umum tersebut.   
(Southwood, 1966)
2.8  Bentuk Penafsiran Tingkat Populasi Hama
Bentuk penafsiran tingkat kepadatan populasi hama secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :
a.Penafsiran populasi mutlak
Dimana kegiatan penafsirannya yaitu mengadakan pengamatan langsung terhadap suatu habitat hama dan melakukan perhitungan jumlah individu hama, mengadakan penyapuan terhadap tanaman atau bagian tanaman dari suatu unit habitat, menangkap hama yang ada pada suatu habitat
b.Penafsiran populasi relatif
Tujuan pengamatan relatif ini adalah untuk mengetahui perubahan populasi dari waktu kewaktu, atau perbedaan dari satu tempat dengan tempat yang lain. Di situ nilai mutlanya tidak perlu dipentingkan, tetapi yang terutama ingin diketahui adalah perubahan atau perbedaannya, sehingga hanya sifat relatifnya saja yang ingin diketahui.
Metode yang biasa digunakan dalam pengamatan relatif ini adalah penggunaan jaring serangga atau penggunaan perangkap lampu, perangkap feromon atau jenis-jenis perangkap lain.
Beberpa faktor yang mempengaruhi hasil penangkapan dengan metode relative, antara lain :
1.Kerapatan populasi hama
2.Aktivitas serangga
3.Respons dari serangga terhadap alat yang dipergunakan.
4.Kondisi cuaca, misalnya suhu, kelembaban dan angin.
Metode relatif ini memberikan keuntungan dibandingkan dengan metode mutlak yaitu dengan sejumlah tenaga serta biaya tertentu akan dihasilkan data atau keterangan yang lebih banyak.
c.Indeks populasi
Pengamatan secara tidak langsung terhadap hasil dari kegiatan serangga hama, jadi terhadap sarang, hasil kotoran atau terhadap kerusakan tanaman oleh hama adalah termasuk dalam penafsiran indeks populasi. Dari penafsiran indeks populasi ini yang sangat umum dikerjakan untuk tujuan pengendalian hama adalah pengamatan terhadap kerusakan tanaman.
Data mengenai tingkat kerusakan dapt dipergunakan untuk berbagai tujuan, antara lain :
1.Untuk menentukan status ekonomik suatu spesies hama.
2.Mengembangkan penentuan nilai ambang ekonomi.
3.Menilai efektivitas usaha pengendalian yang telah dilakukan
4.Menilai tingkat ketahanan tanaman.
(Chester, 1959)
2.9 Macam-macam Perangkap
1. Perangkap Cahaya
Beberapa serangga tertentu memiliki sifat tertarik pada cahaya terutama cahaya kuning. Sifat tersebut dapat kita manfaatkan untuk menarik perhatiannya dengan cara membuat perangkap yang berasal dari cahaya yang disekitarnya atau sekelilingnya menggunakan air, minyak tanah, oli dan lain sebagainya yang diharapkan mampu membunuh serangga tersebut. Adapun cahaya itu sendiri dapat bersumber dari lilin, lampu tempel/lentera atau minyak tanah, maupun lampu bohlam. Perangkap cahaya ini cocok untuk hama yang aktif pada malam hari seperti penggerek batang, ganjur, dan walang sangit.
Prinsip kerja perangkap cahaya ini cukup sederhana yaitu dengan menarik serangga-serangga yang beterbangan menuju ke arah sumber cahaya kemudian disaat serangga tersebut mengerubunginya, mereka akan berputar-putar kemudian masuk kedalam perangkap yang telah kita pasang. Dengan demikian serangga yang telah terperangkap tersebut akan mati baik masuk kedalam air maupun menempel pada perekat. Dengan prinsip kerja seperti itu maka saat ini perangkap cahaya telah berkembang menjadi beberapa macam tergantung penggunaan sumber cahaya maupun bentuk perangkapnya. Namun, bagaimanapun bentuk/ragam perangkap cahaya tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaannya diantaranya :
Pemasangan perangkap cahaya diusahakan ditempat yang lebih tinggi atau setinggi tanaman dan diletakkan di tengah-tengah lahan sawah dengan populasi/kepadatan perangkap yaitu 1 perangkap untuk 100 m2, bila jumlah serangga semakin banyak maka jumlah perangkap pun dapat diperbanyak.
     Sumber cahaya yang digunakan haruslah tahan satu malam penuh sehingga disarankan agar menggunakan dari listrik, lampu minyak atau accu.Sumber cahaya berupa lampu templek diletakkan pada papan yang diikat kuat agar tidak jatuh.
Bila perangkap tersebut digunakan saat musim penghujan, maka pada lentera diberikan pelindung dari seng maupun kaleng agar tidak kehujanan.

2. Perangkap Warna
Selain ada yang tertarik terhadap cahaya, serangga hama tertentu juga lebih tertarik terhadap warna. Warna yang disukai serangga biasanya warna-warna kontras seperti kuning cerah.Keunggulan dari penggunaan perangkap warna ini adalah murah, efisien juga praktis. Namun perangkap ini hanya bisa digunakan pada hama siang hari saja. Prinsip kerjanya pun tidak jauh berbeda dengan perangkap cahaya dimana serangga yang datang pada tanaman dialihkan perhatiannya pada perangkap warna yang dipasang.
Serangga yang tertarik perhatiannya dengan warna tersebut akan mendekati bahkan menempel pada warna tersebut. Bila pada obyek warna tersebut telah dilapisi semacam lem, perekat atau getah maka serangga tersebut akan menempel dan mati.

3. Perangkap Aroma / Bau
Aroma atau bau tertentu juga dapat menarik perhatian serangga.ereka tertarik pada aroma yang dikeluarkan lawan jenisnya dengan zat tertentu saat akan melakukan kawin. Dengan mengetahui sifat serangga seperti itu maka telah dikembangkan perangkap aroma dengan menggunakan atraktan.Atraktan merupakan bahan pemikat yaitu suatu bahan kimia yang tergolong pestisida dimana bahan aktifnya bersifat memikat jasad sasaran yang biasanya khusus untuk serangga tertentu.Penggunaan perangkap aroma merupakan perangkap yang paling banyak digunakan petani terutama untuk pengendalian serangga lalat buah baik pada cabai, mangga dan lain-lain.Pada majalah ABDI TANI edisi lalu sedikit telah disinggung mengenai penggunaan atraktan Metil Eugenol dan Minyak Melaleuca Brachteata yang juga dapat digunakan sebagai sex feromon untuk menarik perhatian serangga lalat buah pada cabai.
Sebenarnya cukup banyak macam perangkap yang dapat digunakan dalam mengendalikan hama serangga namun apapun bentuk dan macam perangkap tersebut haruslah digunakan pada saat yang tepat yaitu : (1) setelah dilakukan pencangkulan untuk penangkapan serangga pertama dan sebelum terjadinya ledakan atau perkembangbiakan serangga tersebut, (2) Untuk tanaman kacang-kacangan perlakuan kedua dapat dilakukan pada saat benih mulai muncul tunasnya, dan (3) perlakuan berikutnya dilakukan pada saat tanaman akan berbunga atau berbuah, (4) untuk perangkap cahaya diusahakan agar lama pemasangan perangkap dapat satu malam atau lebih. Dimana bila pada malam pertama serangga yang terperangkap hanya sedikit maka dapat dicoba pemasangan perangkap pada malam selanjutnya dan dapat dihentikan bila serangga yang terperangkap jumlahnya masih sedikit.Sebaliknya bila ternyata perangkap dipenuhi serangga, pemasangannya dapat dilakukan sampai beberapa malam. (5) Papan perangkap harus selalu dikontrol terutama bagi perangkap yang menggunakan perekat. Usahakan segera dilakukan pergantian setiap dua minggu sekali atau jumlah serangga yang tertangkap banyak.
Penggunaan media perangkap sebagai alat pengendali hama ini bukan saja sesuai dengan prinsip pengendalian hama terpadu yang lebih ditekankan pada pengendalian secara mekanis dan biologis, namun juga dari segi ekonomi lebih hemat dan praktis. Namun demikian, upaya pengendalian cara ini tidak akan secara langsung menghilangkan semua hama serangga karena perangkap sifatnya hanya mengurangi populasi hama dan dapat dijadikan kontrol bagi kita untuk melakukan pengendalian yang lebih tepat disaat terjadi serangan hama yang lebih besar misalnya dengan melakukan penyemprotan menggunakan insektisida. Implikasinya kita dapat lebih mengoptimalkan penggunaan insektisida sehingga lebih efektif karena digunakan tepat pada waktunya setelah terlihat jumlah hama yang ada melebihi ambang batas.
4.Perangkap kuning
Jebakan ini didasari sifat serangga yang menyukai warna kuning mencolok. Musababnya warna itu mirip warna kelopak bunga yang sedang mekar sempurna. Permukaannya dilumuri lem sehingga serangga yang hinggap bakal lengket sampai ajal menjemputnya. Perangkap kuning ampuh memikat hama golongan aphid, kutu, dan tungau. Itu juga dijadikan indikator populasi hama di sekitarnya. Saat jumlah hama yang tertangkap perangkap melebihi ambang yang ditentukan, misalnya 50 individu kutu putih/hari, maka saat itu perlu dilakukan penanggulangan serius dengan pestisida kimia maupun biologis. Umumnya perangkap berbentuk lembaran triplek, fiber, atau karton tebal berukuran 15 x 15 cm2 dan dilumuri vaselin, oli, atau minyak jelantah dengan kepadatan 60—100 perangkap/ha.
5.Feromon
Jebakan itu dibuat dengan memanfaatkan kebutuhan komunikasi serangga pengganggu tanaman. Komunikasi itu dilakukan dengan hormon bernama feromon. Itu berguna untuk menunjukkan adanya makanan, memikat pejantan, menandai jejak, membatasi wilayah teritorial, atau memisahkan kelas pekerja, tentara, dan ratu. Yang sekarang banyak digunakan adalah feromon untuk menarik pasangan. Zat yang baunya mirip feromon betina disebut bahan atraktan dipasang pada perangkap yang ditempatkan di kebun. Serangga jantan akan tertarik dan masuk ke perangkap yang sudah diberi air atau lem. Makhluk sial yang tertipu itu pun menemui ajalnya. Sejak 2 tahun terakhir perangkap itu populer digunakan untuk memerangi lalat buah yang menjadimomok di perkebunan buah-buahan skala sedang sampai luas. Atraktan yang paling banyak dipakai adalah metil eugenol. Lahan 1 ha cukup dipasangi 8—10 perangkap lantaran aroma tajamnya bisa tercium dari jarak cukup jauh.
(Chester, 1959)

2.10 Hama penting tanaman
1. Nama : Hama penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis Guenee)
gejala : hama ini menyerang semua bagian tanaman jagung pada seluruh fase pertumbuhan. Kehilangan hasil akibat serangannya dapat mencapai 80%. Ngengat (sejenis kupu-kupu) biasanya aktif pada malam hari dan menghasilkan beberapa generasi per tahun, umur ngengat dewasa 7-11 hari.
2. nama : bulai (Downy Medew)
gejala :Pada tingkat penularan penyakit bulai yang parah, dapat menurunkan produksi dan bahkan menggagalkan panen. Penyakit ini dapat dikendalikan dengan perlakuan benih (seed treatment), yaitu mencampur benih dengan fungisida metalaksil secara merata dengan takaran 2 g untuk setiap kg benih
(Anonymous, 2011)
3. Nama : ulat grayak ( Spodoptera Litura)
     Gejala Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian dasar melekat pada daun (kadang- kadang tersusun dua lapis), berwarna coklat kekuningan, . Telur diletakkan pada bagian daun atau bagian tanaman lainnya, baik pada tanaman inang maupun bukan inang. Bentuk telur ber- variasi. Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu- bulu tubuh bagian ujung ngengat betina, berwarna kuning kecoklatan.
4. Nama : lalat bibit, (Antherigona sp)
Gejala : diikuti daun yang masih muda menggulung layu karena pangkalnya tergerek larva. Larva yang sampai ke titik tumbuh menyebabkna tanaman tidak dapat tumbuh lagi. Penyebabnya adalah lalat bibit (Antherigona sp), dimana imago aktif pada siang hari pukul 16.00, periode imago 7 hari. Telur diletakkan pada permukaan bawah daun secara terpisah satu sama lain. Periode telur 1-3 hari, lama stadium larva antara 8-10 hari dan stadium pupa antara 5-11 hari dan stadium imago rata-rata 8 hari. Pupa berada dalam tanah dekat tanaman, namun kadang-kadang dalam tanaman.
5.belalang (Dissosteira carolina )
Gejala : Belalang kayu memiliki ciri-ciri antara lain memiliki antena pendek, organ pendengaran terletak pada ruas abdomen serta alat petelur yang pendek. Kebanyakan warnanya kelabu atau kecoklatan dan beberapa mempunyai warna cemerlang pada sayap belakang. Serangga ini termasuk pemakan tumbuhan dan sering kali merusak tanaman. Adapun alat mulutnya bertipe penggigit pengunyah
(Sudarmono, 2002).
2.11 penyakit penting tanaman
1. Penyakit bulai disebabkan oleh jamur Sclerospora maydis. Bagian tanaman yang diserang adalah daun, terutama pada tanaman muda yang berumur di bawah 40 hari. Daun yang terserang berubah warna menjadi kuning keputih-putihan dan di bagian bawahnya muncul konidia berwarna putih, berbentuk seperti tepung. Serangan jamur ini akan meningkat pada suhu udara tinggi.
2.Busuk Kelobot JagungPenyakit ini disebabkan jamur Fusarium moniliformae. Gejala penyakit ini adalah muncul bintik-bintik bulat berwarna hitam kebiruan di kelobot. Tongkol yang terserang akan membusuk. Pencegahan penyakit ini dengan perendaman benih dengan fungisida sistemik. Selain itu, juga dengan cara tidak menanam jagung di dekat tanaman padi dan pisang karena kedua tanaman tersebut juga inang jamur Fusarium moniliformae.
3. penyakit :Bercak Daun Jagung di sebabkan jamur Helmintosporium turcicum  Gejala Penyakit ini menyerang daun, pelepah dan tongkol jagung. Gejalanya muncul bercak-bercak coklat dan kuning di daun, pelepah dan tongkol buah. Penyakit busuk daun menyebabkan proses fotosintesis terhambat sehingga produktivitas turun.
4. penyakit Karat Daun Jagung di sebabkan oleh jamur Puccinia polysora. Gejala awal berupa bercak-bercak merah dan keluar serbuk seperti tepung berwarna coklat kekuningan. Akibat penyakit ini, tanaman tidak dapat melkukan fotosintesis dengan sempurna sehingga pertumbuhannya melambat, bahkan tanaman dapat mati
5. Busuk Batang  merupakan Penyakit busuk batang disebabkan oleh bakteri Erwinia sp. Gejala awalnya, batang bagian bawah berubah warna menjadi kecoklatan kemudian membusuk, mati dan patah secara tiba-tiba. Dari titik patahan tercium bau busuk yang menyengat.
(Anonumous, 2011)
2.12 Faktor yang mempengaruhi Penyebaran Hama
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan OPT dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1.Faktor dalam adalah faktor yang berada dalam tubuh orgnisme seperti organ tubuh dan keadaan fisiologisnya.
2.Faktor luar adalah faktor yang berada di luar tubuh organisme yang mempengaruhinya langsung dan tidak langsung yaitu faktor fisik, biotik dan makanan.
Faktor fisik dapat dibedakan menjadi unsur cuaca dan topografi suatu daerah merupakan faktor penghambat atau sekurang-kurangnya mempengaruhi penyebaran OPT. Hal ini disebabkan oleh perbedaan topografi yang menyebabkan terjadinya perbedaan faktor iklim dan secara tidak langsung menimbulkan perbedaan tumbuhan yang tumbuh.
Faktor biotik adalah semua faktor yang pada dasarnya bersifat hidup dan berperan dalam keseimbangan populasi OPT. Termasuk dalam faktor biotik adalah parasit, predator, kompetisi dan resistensi tanaman.Faktor makanan adalah unsur utama yang menentukan perkembangan OPT. tersedianya inang(tanaman dan hewan) yang menjadi sumber makanan merupakan factor pembatas dalam menentukan taraf kejenuhan populasi (carryng Capacity) lingkungan atas OPT.
Faktor cuaca mempunyai peranan penting dalam siklus kehidupan serangga. Dalam batas yang luas, cuaca mempengaruhi penyebarannya, kelimpahanya, dan sebagai salah satu faktor utama penyebab timbulnya serangan hama. Kelimpahan serangga berhubungan erat dengan perbandingan antara kelahiran dan kematian pada suatu waktu tertentu. Kelahiran dipengaruhi antara lain oleh cuaca, makanan dan taraf kepadatannya. Kematian terutama dipengaruhi oleh cuaca dan musuh alami. Kepadatan dapat mengakibatkan emigrasi yang dapat berarti sebagai kurangnya individu di suatu lokasi yang dianggap suatu kematian. Cuaca berpengaruh langsung terhadap tingkat kelahiran dan kematian, secara tidak langsung cuaca mempengaruhi hama melalui pengaruhnya terhadap kelimpahan organisme lain termasuk musuh alaminya.
Organisme, khususnya serangga mempunyai daya menahan pengaruh faktor lingkungan fisik sehingga menjadi kebal. Organisme serangga dapat mengatasi keadaan yang ekstrem berupa adaptasi yang berhubungan dengan faktor genetis atau penyesuain yang sifatnya fisiologis. Serangga sesuai dengan sifatnya mempunyai kemampuan meyesuaikan diri dengan lingkungan tetapi karena serangga juga mempunyai sayap, serangga dapat pindah menghindari tempat yang ekstrim mencari tempat yang lebih sesuai.
(Nishida, 1970)
2.13Faktor yang Mempengaruhi Epidemiologi Tumbuhan
a.Berkurangnya populasi tumbuhan yang rentan.
Merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menurunnya epidemi, karena dengan berkurangnya populasi tumbuhan yang rentan memaksa sebagian penyebab penyakit (patogen) tidak mampu bertahan hidup sehingga jumlahnya semakin menurun dan hal ini menyebabkan suatu penyakit yang bersifat epidemik menjadi menurun. Contohnya yaitu Karat kopi yang disebabkan oleh Hemileia vastatrix yang semula menjadi penyakit yang epidemik mulai menurun stelah tanaman kopi tersebut di kurangi.

b.Penggantian kultivar tanaman yang rentan dengan yang tahan atau jenis tanaman yang lain
Faktor ini hampir sama dengan faktor di atas, karena dengan adanya penggantian kultivar tanaman yang rentan dengan tanaman yang tahan atau jenis tanaman yang lain secara langsung berpengaruh terhadap berkurangnya populasi tumbuhan yang rentan, sehingga penyebab penyakit tidak mempunyai tempat tinggal atau tempat untuk memenuhi kebutuhannya dan akhirnya epidemi suatu penyakit menjadi menurun. Sebagai contoh yaitu penyakit karat kopi yang disebabkan oleh Hemileia vastatrix yang terjadi di Sri Langka antara tahun 1870 sampai 1889, menjadi berkurang setelah didaerah tersebut tidak lagi menanam kopi atau mengurangi penanaman kopi dan menggantinya dengan tanaman teh.

c.Terjadinya populasi tumbuhan yang tahan
Setelah terjadi epidemi suatu penyakit dalam kurun waktu yang cukup lama membuat tanaman yang rentan menjadi musnah dan hanya tanaman yang mempunyai ketahanan resistensi alam yang mampu bertahan hidup. Kemudian tanaman yang tahan tersebut diperbanyak atau memperbanyak diri sehingga terjadi peningkatan populasi tumbuahan yang tahan. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan angka tanaman yang terserang oleh suatu penyebab penyakit. Contohnya yaitu penyakit Lanas atau penyakit kolot basah yang disebabkan oleh jamur Phytopthora nicotianae menjadi menurun karena adanya populasi tanaman yang tahan antara lain tembakau Virginia DB 101, NC 95 dan sebagainya.

d.Adanya upaya pengendalian penyakit
Upaya pengendalian penyakit yang dilakukan secra meluas sangat berpengaruh terhadap menurunnya epidemi, karena dengan perlakuan tersebut membuat patogen banyak yang mati sehingga jumlah tanaman yang terserang menjadi berkurang atau walaupun terserang tetapi intensitas serangannya tidak parah. Sebagai contoh yaitu penyakit cacar daun teh yang disebabkan oleh Exobasidium vexans disetiap musim hujan ditekan dengan penyemprotan beberapa macam fungisida secara meluas, yang sudah umum dilakukan oleh para penanam.

e.Adanya pengendalian alami (Natural control) oleh jasad antagonis
Salah satu faktor yang juga mempengaruhi menurunnya epidemi suatu penyakit yaitu adanya pengendalian yang terjadi secara alami oleh jasad antagonis. Akhir-akhir ini banyak sekali penelitian yang menjadikan hal tersebut sebagai bahannya, karena hal tersebut dianggap sebagai pengendalian yang ramah lingkungan dan tidak memerlukan biaya yang banyak. Contoh pengaruh pengendalian alami terhadap menurunnya epidemi yaitu penyakit karat nyali (blister rust, Cronartium ribicola) pada tanaman pinus dapat dikendalikan oleh jamur Tuberculina maxima dengan cara merusak spora Cronartium (Nishida, 1970).













BAB III
METODOLOGI

3.1. Tempat dan Waktu Pengamatan
    Praktikum ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Ngijo pada tanggal  08 Nopember 2011, pukul 06.00 – 09.15 wib.
3.2. Alat dan Bahan (beserta fungsinya + komoditas yang diamati)
Komoditas : jagung
Alat dan Bahan :
Pada Spora Trap
▪ Ajir± 1 meter                       : untuk memasang kaca preparat
▪ 3 Kaca Preparat                       : sebagai alat menangkap spora
▪ plastik warp                       : pengikat kaca preparat dan menutup petri
▪ Petridist/ cawan perti + penutup     : tempat kaca preparat yang sudah ada spora
▪ Minyak twin                       : untuk menangkap spora degan minyak
Pada pittfall
▪ Gelas air minum 10 buah         : sebagai perangkap
▪ Detergen bubuk                 : sebagai pemikat serangga
Pada yellow stiky trap
▪ kertas yellow trap 2 buah          : sebagai perangkap serangga
▪ Ajir ± 1 meter 2 buah             : tempat melekatkan yellow trap
3.3. Cara Kerja (diagram alir)
a.Spore Trap   
Siapkan alat dan bahan

 Pasangkan 3 kaca preparat pada bambu, asing-masing diletakkan di bawah, tengah dan atas

Olesi kaca preparat dengan minyak tween

 Letakkan spore trap pada lahan komoditas tomat

Ambil setelah 2-3 jam

Amati pada mikroskop dan dokumentasi
b.Pit Fall
 Siapkan alat dan bahan

Campurkan detergen + air pada 10 gelas aqua 

 Buat lubang pada sela-sela tanaman dan tanam hinga sama dengan permukaan tanah

 Ambil stelah 2-4 jam

 Taruh pada plastik dan amati serangga yang tertangkap

Buat klasifikasi dan dokumentasi

c.Yellow Trap
 Siapkan botol aqua bekas

 Pasang pada ajir dan balut botol aqua dengan yellow trap

Taruh pada tengah-tengah lahan

Ambil setelah 2-4 jam dan amati serangga yang tertangkap
3.4. Fungsi Perlakuan
Pada pembuatan spore trap, minyak tween di oleskan di atas kaca preparat secukupnya. Hal ini bertujuan agar spora dapat menempel dan terperangkap pada kaca preparat, yang kemudian digunakan untuk diamati dibawah mikroskop. Fungsi pengamatan spore trap yaitu untuk mengamati spora yang menyerang danyang ada di sekitar tanaman budidaya, sehingga dapat meramalkan penyakit yang akan menyerang suatu tanman budidaya. Spore trap ini diletakkan di tengah-tengah lahan komoditi, dengan tinggi yang sejajar dengan tanaman budidaya dengan tujuan agar data pengamatan spora yang didapat lebih valid karena biasanya spora terdapat pada tinggi tanaman yang sama.
Pada pembuatan pitfall, air sabun berfungsi sebagai penjebak hama atau serangga yang berada di atas permukaan tanah, di sekitar tanaman budidaya. Jika serangga tersebut melewati pitfall, maka serangga akan jatuh ke dalam gelas aqua, dan serangga akan mati karena terkena air sabun. Fungsi pengamatan pada pitfall berfungsi untuk mengamati hama dan musuh alami yang  berada di atas permukaan tanah di sekitar tanaman budidaya, sehingga dapat menganalisis vegetasi atau presentase keberadaan musuh alami dan serangga yang berada di sekitarnya.
Untuk spore trap mengambil bambu , menyiapkan kaca preparat dan tali rafia untuk mengikat kaca preparat dengan bambu, mengolesi minyak tween untuk membuat hama atau serangga menempel dengan bau. Setelah 4 jam mengambil serta mengamati dengan mikroskop.
Untuk fit fall menyiapkan alat berupa aqua gelas sebanyak 10 gelas  dan air sabun sebagai media penangkapan serangga dan agar saat serangga atau hama masuk ke dalam air sabun tersebut tidak bisa terbang kembali karena menempel. Membiarkan selama 4 jam mengambil dan taruh hama atau serangga yang ada dalam aqua gelas ke dalam plastik bening terakhir mengamati dengan kunci determinasi.
Untuk Yellow trap menyiapkan alat berupa bambu, aqua botol dan yellow trap. Mengelupaskan yellow trap (seperti stiker) kemudian tempelkan secara melingkar dari botol aqua agar hama dan serangga terkena secara merata. Menancapkan yelow trap dengan bambu di komoditas tomat. Biarkan selama 4 jam lalu ambil dan mengamati.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penyakit penting komoditas yang di amati
1. Nama penyakit : Busuk Kelobot Jagung
Pathogen : jamur Fusarium moniliformae
Gejala + gambar : Gejala penyakit ini adalah muncul bintik-bintik bulat berwarna hitam kebiruan di kelobot. Tongkol yang terserang akan membusuk. Pencegahan penyakit ini dengan perendaman benih dengan fungisida sistemik.

2. Nama penyakit :Bercak Daun Jagung
Pathogen : Helmintosporium turcicum
Gejala + gambar : Penyakit ini menyerang daun, pelepah dan tongkol jagung. Gejalanya muncul bercak-bercak coklat dan kuning di daun, pelepah dan tongkol buah. Penyakit busuk daun menyebabkan proses fotosintesis terhambat sehingga produktivitas turun.


3.Nama penyakit :Karat Daun Jagung
Pathogen : jamur Puccinia polysora.
Gejala + gambar :Gejala awal berupa bercak-bercak merah dan keluar serbuk seperti tepung berwarna coklat kekuningan. Akibat penyakit ini, tanaman tidak dapat melkukan fotosintesis dengan sempurna sehingga pertumbuhannya melambat, bahkan tanaman dapat mati

(putut,2011)

4.2 Pitfall
1.Anggang – anggang (Limnoganus sp)
a.Nama Latin     : Limnoganus sp
b.Nama Umum     : anggang – anggang
c.Musuh alami :  ulat, semut dan insect kecil lainnya
d.Analisa hasil pengamatan: Tubuh panjang dan ramping, Memilki sepasnag antenna, Bewarna gelap dan hitam,Memilki 2 pasang kaki, Memilki 3 pasang tungkai

(Natawigena,1990)
2.Laba – laba (Lycosa sp)
a. Nama Latin     : Lycosa sp
b. Nama Umum     : Laba – laba
c. musuh alami : kutu, kepik, dan serangga lain
d. Menurut pengamatan :
Memiliki 4 pasang kaki
Tubuh terdiri dari cephalothorax,dan abdomen (terdiri atas 2 segmen)
Warna tubuh biasanya abu-abu,cokelat dan hitam
Kepala dan perut menyatu
(Stenhaus,1963)

3.Semut Rang – rang (Soleonopsis sp)
a. Nama Latin     : Soleonopsis sp
bNama Umum     : Semut rang – rang
c.Musuh alami : kutu, kepik, ulat
d.Menurut pengamatan:
Memiliki sepasang antenna
Bewarna hitam kemerahan
Memiliki 3 pasang tungkai
Tubuh terdiri dari caput,thorax dan abdomen
Pada mulut ada capit
Tungkai pada thorax
(Schlinger, 1973.)
4.3 yellow trap
1. Capung (Anax junius)
a.Nama Latin     : Anax junius
b.Nama Umum     : Capung
c.musuh alami : Ngengat, walang sangit, walang hijau
d.Menurut pengamatan :
Memiliki sepasang mata majemuk
Memiliki sepasang sayap transparan
Memiliki 3 pasang kaki
Tubuh terdiri dari caput,thorax dan abdomen
 (stenhous, 1963)

2. Kumbang Kubah Spot M (Menocillus sexmaculatus)
a.Nama Latin     : Menocillus sexmaculatus
b. Nama Umum     : Kumbang kubah spot M
c. Musuh alami : Kutu daun, wereng, lalat tebu
d. Menurut pengamatan :
Berbentuk bulat separuh
Memiliki 3 pasang tungkai
Memiliki sepasang antenna
2.Memiliki sayap dengan corak seperti huruf “M”

(Anonymous, 2011)
3.Belalang hijau (Oxyachinesis)
a. nama umum : belalang hijau
b. nama latin : Oxyachinesis
c. musuh alami : kutu, ulat, dan insect yang lebih kecil
d. Analisa hasil pengamatan:
Memiliki 3 pasang tungkai
Memiliki 1 pasang antenna
Memiliki 1 pasang sayap
Warna hijau muda
Tubuh terdiri atas caput,thorax dan abdomen
(Subiyakto,2000)
4.belalang Sembah (Stegmomantis carolina)
a.Nama Latin     : Stegmomantis carolina
b.Nama Umum     : Belalang sembah
c.Musuh alami : kutu, ulat, dan insect yang lebih kecil
b.Analisa hasil pengamatan:
Memiliki 3 pasang tungkai
Memiliki 1 pasang antenna
Memiliki 1 pasang sayap
Warna hijau muda
Tubuh terdiri atas caput,thorax dan abdomen
(Subiyakto,2000)

BAB V
 PENUTUP

5.1.Kesimpulan
Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh hasil pada sporotrap kelompok kami mengalami kegagalan di karena letak penangkapannya masih kurang bagus dan strategis. Dan juga di pengaruhi oleh faktor angin juga dll.
Dari pengamatan yang telah dilakukan pada Yellow Trap didapatkan hasil bahwa hanya hama yang tertangkap pada yellow trap sedangkan musuh alaminya tidak ada. Hama tersebut adalah Lalat Buah (Drosophila melanogaster) dari ordo Diptera dan Kutu Daun (Aphid Sp.) dari ordo Hemiptera.
Dan dari hasil penangkapan hama dan serangga pada pitfall di dapat hasil bahwa yang tertangkap hanya serangga predator saja dan sedangkan pada hama kami hanya menemukan belalang saja.

5.2. Saran
Praktikum sudah berjalan dengan lancar dan asisten sudah menemani dengan baik, terimakasih.


DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2011. Http// Wikipedia.com diakses pada 14 desember 2011
Anonimous. 1984. Pedoman Pengujian Efikasi Untuk Pendaftaran Pestisida. Komisi Pestisida Departemen Pertanian.
Anonimous. 1986. Pedoman Pengamatan dan Pelaporan Perlindungan Tanaman Pangan. Jakarta. 46p.
Chester, K.S. 1959. How Sick is The Plant? Dalam Horsfall, J.G. & Dimond, A.E. (eds). Plant Pathology Press. New York. London.
Elliot, J.M. 1977. Statistical Analysis of Samples of Benthic Invertebrete. Freshwater Biological Association. 156p.
James, C. 1971. A Manual of Assesment Keys for Plant Diseases. Canada Dept. Agric. Publication No. 1458.
Morris. R.F. 1960. Sampling Insect Populations. Forest Biology Lab. Frederiction. Canada.
Nishida, T. & Torri T. 1970. A Handbook of Field Methods for Research on Rice Sten-Borers and Their Natural Enemies. International Biological Programme. London. 132p.
Southwood, T.P.E. 1966. Ecological Methods. Chapman and Hall. London. 391p.
Zadoks, J.C. & Schein R.C. 1979. Epidemiology and Plant Disease Management. Oxford University Press. New York. Oxford. 427 p.

Rabu, 14 Maret 2012

Bahan Organik

  TUGAS TERSTRUKTUR MATA KULIAH MANAJEMEN AGROEKOSISTEM
Dosen : Dr. Ir. Budi Prasetya.,MP.


OLEH:

Nama     : MUCHAMMAD PRAYOGO

   
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
Bahan Organik Tanah

Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia (Kononova, 1961).
Peran Bahan organik yaitu menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk kerusakan tanah yang umum terjadi. Bahan organik tanah berpengaruh terhadap sifat-sifat kimia, fisik, maupun biologi tanah.
Fungsi bahan organik di dalam tanah sangat banyak, baik terhadap sifat fisik, kimia maupun biologi tanah, antara lain sebagai berikut (Stevenson, 1994):
•    Sebagai sumber hara N, P, S, unsur mikro maupun unsur hara esensial lainnya. Bahan organik membantu menyediakan unsur hara N melalui fiksasi N2 dengan cara menyediakan energi bagi bakteri penambat N2, membebaskan fosfat yang difiksasi secara kimiawi maupun biologi dan menyebabkan sehingga unsur mikro tidak mudah hilang dari zona perakaran.
•    Membentuk agregat tanah yang lebih baik dan memantapkan agregat yang telah terbentuk sehingga aerasi, permeabilitas dan infiltrasi menjadi lebih baik. Akibatnya adalah daya tahan tanah terhadap erosi akan meningkat.
•    Meningkatkan retensi air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman dan unsur hara melalui peningkatan muatan di dalam tanah.
•    Meningkatkan kapasitas sangga tanah dan suhu tanah
•    Mensuplai energi bagi organisme tanah dan Meningkatkan organisme saprofit dan menekan organisme parasit bagi tanaman. 
Faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi bahan organik dapat dikelompokkan dalam tiga grup, yaitu:
1) sifat dari bahan tanaman termasuk jenis tanaman, umur tanaman dan komposisi kimia,
2) tanah termasuk aerasi, temperatur, kelembaban, kemasaman, dan tingkat kesuburan, dan
3) faktor iklim terutama pengaruh dari kelembaban dan temperatur.
Bahan organik secara umum dibedakan atas bahan organik yang relatif sukar didekomposisi karena disusun oleh senyawa siklik yang sukar diputus atau dirombak menjadi senyawa yang lebih sederhana, termasuk di dalamnya adalah bahan organik yang mengandung senyawa lignin, minyak, lemak, dan resin yang umumnya ditemui pada jaringan tumbuh-tumbuhan; dan bahan organik yang mudah didekomposisikan karena disusun oleh senyawa sederhana yang terdiri dari C, O, dan H, termasuk di dalamnya adalah senyawa dari selulosa, pati, gula dan senyawa protein. 
Pengaruh Bahan Organik terhadap Tanaman
Pemberian bahan organik ke dalam tanah memberikan dampak yang baik terhadap tanah, tempat tumbuh tanaman. Tanaman akan memberikan respon yang positif apabila tempat tanaman tersebut tumbuh memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah menyediakan zat pengatur tumbuh tanaman yang memberikan keuntungan bagi pertumbuhan tanaman seperti vitamin, asam amino, auksin dan giberelin yang terbentuk melalui dekomposisi bahan organik (Brady, 1990).
Menurut Brady (1990), gula, protein sederhana adalah bahan yang mudah terdekomposisi, sedangkan lignin yang akan lambat terdekomposisi. Secara urutan, kemudahan bahan yang untuk terdekomposisi adalah sebagai berikut:
1). Gula, zat pati, protein sederhana mudah terdekomposisi 2). Protein kasar 3). Hemiselulosa 4). Selulosa 5). Lemak 6). Lignin, lemak, waks, dll sangat lambat terdekomposisi
Kemudahan dekomposisi bahan organik berkaitan erat dengan nisbah kadar hara. Secara umum, makin rendah nisbah antara kadar C dan N di dalam bahan organik, akan semakin mudah dan cepat mengalami dekomposisi. Oleh karena itu, untuk mempercepat dekomposisi bahan organik yang memiliki nisbah C dan N tinggi sering ditambahkan pupuk nitrogen dan kapur untuk memperbaiki perbandingan kedua hara tersebut serta menciptakan kondisi lingkungan yang lebih baik bagi dekomposer     
  Penetapan C-Organik
Kandungan bahan organik pada masing-masing horizon merupakan petunjuk besarnya akumulasi bahan organik dalam keadaan lingkungan yang berbeda. Komponen bahan organik yang penting adalah C dan N. Kandungan bahan organik ditentukan secara tidak langsung yaitu dengan mengalikan kadar C dengan suatu faktor yang umumnya sebagai berikut: kandungan bahan organik = C x 1,724. Bila jumlah C organik dalam tanah dapat diketahui maka kandungan bahan organik tanah juga dapat dihitung. Kandungan bahan organik merupakan salah satu indicator tingkat kesuburan tanah.

DAFTAR PUSTAKA

Brady, N.C. 1990. The nature and properties of soils. 10th edition. 621 pp. Macmillan Publishing Co., New York, NY.

Hardjowigeno, sarwono. 2007. Ilmu tanah. Akademika pressindo. Jakarta

Kononova, M.M. 1961. Soil Organic Matter. Oxford: Pergamon Press. Lal, R. 1995.
Stevenson, 1994. Stevenson, F.J. 1994. Humus Chemistry: genesis, composition, reactions. 2nd ed. New York: Wiley. 496 p.