musik


MusicPlaylistView Profile
Create a playlist at MixPod.com

Rabu, 04 April 2012

Laporan Peramalan Hama dan Penyakit Tumbuhan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Peramalan organisme penggangu tanaman (OPT) adalah suatu kegiatan yang diarahkan untuk mendeteksi atau memprediksi populasi atau serangan OPT serta kemungkinan penyebaran dan akibat yang ditimbulkannya dalam ruang dan waktu tertentu. Peramalan OPT komponen penting dalam strategi pengelolaan hama dan penyakit tanaman sebab dengan adanya peramalan dapat memberikan peringatan dini mengenai tingkat dan luasnya serangan. Tujuan peramalan OPT adalah menyusun saran tindak pengelolaan atau penanggulangan OPT sesuai dengan prinsip dan strategi PHT sehingga populasi atau serangan OPT dapat ditekan, tingkat produktivitas tanaman pada taraf tinggi, secara ekonomis menguntungkan dan aman terhadap lingkungan.
Peramalan bagian penting dalam proses pengambilan keputusan, sebab efektif atau tidaknya suatu keputusan umumnya tergantung pada beberapa faktor yang tidak dapat kita lihat pada waktu keputusan itu diambil. Tujuan peramalan adalah untuk memperkecil resiko yang mungkin terjadi akibat suatu pengambilan keputusan. Peramalan dan pengambilan keputusan merupakan dasar dalam menyusun suatu bentuk perencanaan yang menjadi aktifitas kehidupan sehari-hari.
Epidemi penyakit pada tanaman dapat menyebabkan kerugian yang besar dalam hasil budidaya tanaman serta mengancam untuk memusnahkan seluruh spesies, Epidemiologi penyakit tanaman sering dilihat dari pendekatan multi-disiplin, yang membutuhkan biologis, perspektif statistik, agronomi dan ekologi. Biologi diperlukan untuk memahami patogen dan siklus hidupnya. Hal ini juga penting untuk memahami fisiologi tanaman dan bagaimana patogen yang dapat mempengaruhi itu.


1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui Pengertian pengamatan dan ambang ekonomi
b. Untuk mengetahui Peranan pengamatan dalam PHT
c. Untuk mengetahui Macam macam pengamatan
d. Untuk mengetahui Pengamatan dan penilaian serangan hama
e. Untuk mengetahui Pengamatan dan penilaian serangan penyakit
f. Untuk mengetahui Bentuk bentuk penyebaran dan ciri cirinya
g. Untuk mengetahui Teknik pengambilan contoh
h. Untuk mengetahui Bentuk penafsiran tingkat populasi hama
i. Untuk mengetahui Macam macam perangkap
j. Untuk mengetahui Hama penting tanaman
k.Untuk mengetahui penyakit penting tanaman
l. Untuk mengetahui Faktor yang mempengaruhi penyebaran hama
m. Untuk mengetahui Faktor yang mempengaruhi epidemologi tumbuhan


BAB II
 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pengamatan dan Ambang Ekonomi
Pengamatan adalah proses pengambilan data dalam penelitian di mana peneliti atau pengamat melihat situasi penelitian. Pengamatan sangat sesuai digunakan dalam penelitian yang berhubungan dengan kondisi/interaksi belajar mengajar, tingkah laku, dan interaksi kelompok. Pengamatan harus dilakukan secara teliti dan berulang-ulang selama masa tertentu yang ditetapkan, untuk menemukan organisme pengganggu tumbuhan berbahaya pada bibit/benih tanaman yang dikenakan tindakan pengasingan. dengan maksud merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya. Ilmu pengetahuan biologi dan astronomi mempunyai dasar sejarah dalam pengamatan oleh amatir .(Moris, 1960).
Ambang Ekonomi adalah kepadatan populasi hama yang memerlukan tindakan pengendalian untuk mencegah peningkatan populasi hama berikutnya yang dapat mencapai Aras Luka Ekonomi, ALE (Economic Injury Level). Ambang Ekonomi adalah batas populasi hama atau kerusakan oleh hama yang digunakan sebagai dasar untuk digunakannya pestisida. Diatas AE populasi hama telah mengakibatkan kerugian yang nilainya lebih besar daripada biaya pengendalian (James, 1971).

2.2 Peranan Pengamatan dalam pengendalian hama dan Penyakit Terpadu
Pengamatan merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan baik sebelum kegiatan pengendalian dilakukan untuk menentukan perlu tidaknya kegiatan pengendalian dilakukan maupun sesudah pngendalian untuk melakukan evaluasi terhadap hasil pengendalian yang dilakukan tersebut. Data atau informasi/ keterangan yang diperoleh dari hasil pengamatan dapat dipergunakan sebagai dasar untuk menentukan :
a.Perlu tidaknya pengendalian dilakukan
b.Metode pengendalian yang dipilih dan bagaimana cara melaksanakannya.
c.Tindakn apa dan bagaimana cara melakukannya serta yang harus diambil untuk mencegh meluasnya penyakit dan serangan hama (Elliot,1977).
2.3 Macam-macam Pengamatan
Berdasarkan sifatnya, pengamatan dibedakan menjadi :
a.Pengamatan kualitatif,
Untuk mengetahui macam hama atau penyakit, lokasinya dan bagaimana keadaannya.
b.Pengamatan kuantitatif
Untuk mengetahui lebih rinci tentang hama atau penyakit, berapa luas serangan dan intensitasnya (Zadoks, 1979).
Berdasarkan kekerapan (frekuensi)nya, pengamatan dibedakan menjadi :
a.Pengamatan tetap/ pengamatan kontinyu/ pengamatan regular
Pengamatan yang dilakukan terus menerus secara berkala atau dengan skala (interval) waktu tertentu pada suatu wilayah pengamatan tertentu.
b.Pengamatan Keliling/ insidental
Bertujuan untuk menutupi kekurangan yang terdapat pada pengamatan tetap, karena pada pengamatan tetap jumlah petak contoh sangat terbatas. Pengamatan kelilng adalah pengamatan untuk mengetahui terjadinya serangan hama atau timbulnya penyakit pada tempat-tempat tertentu yang dapat menjadi sumber hama atau penyakit. Pengamatan keliling dilakukan apabila bagian tanaman menunjukkan gejala yang patut dicurigai, atau adanya informasi dari sumber yang dapat dipercaya (Elliot,1977).
Berdasarkan jumlah sampel (contoh) yang diamati, pengamatan dibedakan menjadi :
a.Pengamatan Global
Pengamatan yang dilakukan pada skala wilayah pengamatan yang cukup luas, tetapi dengan jumlah sampel yang reatif sedikit.Data atau informasi yang diperoleh biasanya masih sangat kasar atau masih kurang teliti.
b.Pengamatan Halus
Merupakan lanjutan dari pengamatan global yaitu apabila pengamatan global diperoleh data atau informasi yang menunjukkan adanya penyakit atau serangan hama yang cukup mengkhawatirkan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penambahan jumlah sampel yang diamati untuk meningkatkan ketelitian dari data atau informasi yang diperoleh (Elliot,1977).

2.4 Pengamatan dan Penilaian Serangga Hama
Penilaian terhadap tingkat serangan hama dilakukan berdasarkan tingkat populasi hama maupun tingkat intensitas kerusakannya. Penentuan penlaian terhadap tingkat serangan maupun kerusakan tersebut tidak akan dapat dilakukan tanpa didakan pengamatan. Adapun kriteria penilaiannya menjadi :
a.Pertanaman sehat
Dikatakan sehat apabila pertanaman mengalami serangan hama mulai tidak ada sama sekali sampai batas ambang ekonomi.
b.Pertanaman dengan serangan/ kerusakan ringan.
Bila pertanaman mengalami serangan hama mulai batas ambang ekonomi sampai di bawah kerusakan 25 %.
c.Pertanaman dengan serangan/ kerusakan sedang
Bila pertanaman mengalami serangan hama mulai batas kerusakan 25 % sampai di bawah 50 %.
d.Pertanaman dengan serangan/ kerusakan berat
Bila pertanaman mengalami serangan hama mulai batas 50 % sampai di bawah 85 %.
e.Pertanaman dengan serangan/ kerusakan puso
Bila pertanaman mengalami kerusakan sama dengan atau lebih besar dari 85 %.
(Nishida, 1970)
2.5 Pengamatan dan Penilaian Serangga Penyakit
Penentuan penilain terhadap penyakit hanya dinyatakan dalam persen tanaman atau bagian tanaman yang sakit terhadap keseluuhan jumlah populasi tanaman atau bagian tanaman yang diamati. Dengan tanaman yang diamati hanya dinilai sebagai sakit atau sehat, tanpa memandang kerusakan yang terjadi.
Namun untuk penilain intensitas penyakitlebih sulit ditentukan sebab apabila suatu penyakit menyebabkan kerusakan pada berbagai organ tanaman, misalnya daun, dan buah, karena untuk masing-masing organ tanaman diperlukan suatu standar penilaian penyakit tertentu.
Intensitas penyakit lebih sulit ditentukan bila penyakit menyebabkan kerusakan pada berbagai organ tanaman, misalnya daun dan buah karena untuk masing-masing organ tanaman diperlukan suatu standar penilaian penyakit tertentu (Southwood, 1966).

2.6  Bentuk-bentuk Penyebaran dan Ciri-cirinya
Secara garis besar penyebaran hama dalam ruang dibedakan menjadi tiga bentuk penyebaran yaitu :
a.Penyebaran secara acak
Pada bentuk penyebaran ini kedudukan suatu individu serangga hama pada suatu titik di dalam tidak di pengaruhi ataupun mempengaruhi kedudukan individu serangga hama lain yang ada pada titik yang lain.
Penyebaran acak terjadi pada tingkat awal dari penghunian suatu lahan pertanaman oleh suatu hama, jadi baru terjadi pada tingkat imigrasi yang awal. Kalau sudah terjadi proses perkembangbiakan, proses tersebut belum berlangsung terlalu lama. Pada umumnya tingkat populasi juga masih rendah.Kalau oleh suatu sebab tertentu faktor mortalitas alami mengakibatkan tingkat kepadatan populasi menjadi tetap rendah, pada umumnya dengan tingkat kepadatan populasi tetap rendah, pada umumnya dengan tingkat kepadatan yang rendah tersebut penyebaran hama juga akan menunjukkan bentuk yang acak.
Secara matematik bentuk penyebaran acak tersebut akan mengikuti bentuk penyebaran Poisson. Penyebaran ini memiliki ciri-ciri bahwa nilai keragaman kepadatan populasi hama besarnya sama dengan nilai rata-rata.
b.Penyebaran yang teratur
Pada bentuk penyebaran teratur ini kepadatan populasi serangga hama hampir merata. Oleh sebab itu hasil pengamatan kepadatan populasi pada setiap unit sample relatif akan sama.
Bentuk penyebaran teratur secara matematik akan dicirikan dengan besarnya nilai keragaman akan lebih kecil daripada rata-ratanya. Hal ini disebabkan kepadatan populasi yang relatif homogen tersebut.
c.Penyebaran mengelompok
Bentuk penyebaran ini seakan-akan merupakan kebalikan dari bentuk penyebaran acak, dimana kedudukan dari suatu individu serangga hama pada suatu titik di dalam ruang akan dipengaruhi ataupun mempengaruhi kedudukan individu serangga hama lain yang ada pada titik yang lain.
Pada umumnya penyebaran mengelompok terjai pada tingkat lanjut dari penghunian suatu lahan pertanaman oleh hama, jadi akan terjadi pada tingkat imigrasi yang telah berlanjut. Disitu sudah terjadi proses terjadinya perkembangbiakan, proses tersebut sudah berlangsung cukup lama. Pada umumnya tingkat kepadatan populasi akan tinggi (anonymous, 2011)

2.7  Teknik Pengambilan Contoh
a. Teknik Sampling Secara Acak
    Setiap anggota obyek yang diteliti mempunyai peluang atau kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel dengan harapan sampel yang diambil tidak terjadi bias atau sifat memihak. Teknik sampling secara acak dikenal ada beberapa cara, diantaranya adalah :

Sampling Acak Sederhana
Dengan cara melakukan acak atau peluang yang sama terhadap sampel yang akan dipilih, dilakukan dengan cara yang sederhana. Misalnya dengan cara lotere, atau menggunakan table angka acak yang sudah tersedia.
Sampling Acak Kelompok
Kesulitan yang kemungkinan terjadi pada saat penentuan sampel secara acak  pada cara sampling acak sederhana disebabkan obyek yang sangat banyak. Untuk menyederhanakan pengacakan secara menyeluruh tersebut, dapat dilakukan dengan membagi obyek menjadi kelompok-kelompok tertentu atau mengurangi jumlah pemberian nomor.Pengacakan selanjutnya dilakukan terhadap kelompok-kelompok yang sudah dibuat sehingga sampelnya adalah sampel kelompok.Dalam pelaksanaan pengamatan lapangan, yang dimaksud kelompok adalah suatu panjang baris tertentu. Misalnya satu meter baris tanaman atau kelompok tanaman dalam luas tertentu yang dinyatakan dalam satu meter persegi.
Sampling Acak Sistematik
Merupakan cara penyederhanaan lebih lanjut dari kedua cara yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada cara ini, pengacakan hanya dilakukan sekali yaitu pada sampel yang pertama, selanjutnya sampel berikutnya ditentukan dengan menggunakan skala (interval) jarak tertentu. Seringkali cara sistematik ini dikombinasikan dengan cara kelompok, sehingga tersusun pengambilan contoh secara kelompok sistematik. Contohnya, diambil keloppok dengan luas 1 meter persegi dan letaknya ditentukan secara sistematik.
Sampling Acak Berlapis
Dalam satu wilayah pengamatan didapatkan pertanaman dengan intensitas kerusakan yang berbeda-beda.Dalam hal seperti ini, sebaiknya pengambilan sampel tidak dilakukan dengan pengacakan secara langsung, tetapi sebelumnya wilayah pengamatan intensitas kerusakannya.Misalnya, wilayah dengan kerusakan berat, kerusakan sedang, ringan dan wilayah yang masih sehat.Kemudian dilihat proporsi luasnya baru kemudian pengambilan sampel dilakukan secara acak pada masing-masing wilayah dengan kategori kerusakan tersebut.Jumlah sampel yang diambil proporsional dengan luasnya masing-masing.
Sampling Acak Bertingkat
Dilakukan survey terhadap wilyah tertentu misalnya suatu kabupten, untuk mengetahui terjadinya serangan hama, baik mengenai kepadatn intensitas serangan, luas serangan serta mengenai kepadatan populasinya.  Untuk menetapkan sampai pada unit pengamatan, seringkali perlu dilakukan sampling secara acak bertingkat.
(Southwood, T.P.E. 1966)

c.Teknik Sampling Terpilih
Dalam melakukan pengamatan hama diperlukan cakupan wilayah pengamatan yang cukup jelas, jadi sifat pengamatan ekstensif sehingga jumlah sampel yang diamati tentu relatif akan sedikit. Untuk memenuhi pengamatan yang bersifat ekstensif, maka sampel pengamatan yang jumlahnya hanya sedikit tersebut harus betul-betul diplih yang dapat mewakili keadaan secara umum.Hal ini dapat dilaksanakan apabila telah diketahui sifat-sifat atau kondisi obyek pengamatan secara umum. Sehingga sifat pengambilan sampel hanya ingin membuktikan apakah sifat-sifat umum dari hasil pendugaan tersebut terwujud pada sampel pengamatan , atau mungkin ingin mengetahui lebih lanjut tentang apa yang terdapat pada kondisi yang terlihat secara umum tersebut.   
(Southwood, 1966)
2.8  Bentuk Penafsiran Tingkat Populasi Hama
Bentuk penafsiran tingkat kepadatan populasi hama secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :
a.Penafsiran populasi mutlak
Dimana kegiatan penafsirannya yaitu mengadakan pengamatan langsung terhadap suatu habitat hama dan melakukan perhitungan jumlah individu hama, mengadakan penyapuan terhadap tanaman atau bagian tanaman dari suatu unit habitat, menangkap hama yang ada pada suatu habitat
b.Penafsiran populasi relatif
Tujuan pengamatan relatif ini adalah untuk mengetahui perubahan populasi dari waktu kewaktu, atau perbedaan dari satu tempat dengan tempat yang lain. Di situ nilai mutlanya tidak perlu dipentingkan, tetapi yang terutama ingin diketahui adalah perubahan atau perbedaannya, sehingga hanya sifat relatifnya saja yang ingin diketahui.
Metode yang biasa digunakan dalam pengamatan relatif ini adalah penggunaan jaring serangga atau penggunaan perangkap lampu, perangkap feromon atau jenis-jenis perangkap lain.
Beberpa faktor yang mempengaruhi hasil penangkapan dengan metode relative, antara lain :
1.Kerapatan populasi hama
2.Aktivitas serangga
3.Respons dari serangga terhadap alat yang dipergunakan.
4.Kondisi cuaca, misalnya suhu, kelembaban dan angin.
Metode relatif ini memberikan keuntungan dibandingkan dengan metode mutlak yaitu dengan sejumlah tenaga serta biaya tertentu akan dihasilkan data atau keterangan yang lebih banyak.
c.Indeks populasi
Pengamatan secara tidak langsung terhadap hasil dari kegiatan serangga hama, jadi terhadap sarang, hasil kotoran atau terhadap kerusakan tanaman oleh hama adalah termasuk dalam penafsiran indeks populasi. Dari penafsiran indeks populasi ini yang sangat umum dikerjakan untuk tujuan pengendalian hama adalah pengamatan terhadap kerusakan tanaman.
Data mengenai tingkat kerusakan dapt dipergunakan untuk berbagai tujuan, antara lain :
1.Untuk menentukan status ekonomik suatu spesies hama.
2.Mengembangkan penentuan nilai ambang ekonomi.
3.Menilai efektivitas usaha pengendalian yang telah dilakukan
4.Menilai tingkat ketahanan tanaman.
(Chester, 1959)
2.9 Macam-macam Perangkap
1. Perangkap Cahaya
Beberapa serangga tertentu memiliki sifat tertarik pada cahaya terutama cahaya kuning. Sifat tersebut dapat kita manfaatkan untuk menarik perhatiannya dengan cara membuat perangkap yang berasal dari cahaya yang disekitarnya atau sekelilingnya menggunakan air, minyak tanah, oli dan lain sebagainya yang diharapkan mampu membunuh serangga tersebut. Adapun cahaya itu sendiri dapat bersumber dari lilin, lampu tempel/lentera atau minyak tanah, maupun lampu bohlam. Perangkap cahaya ini cocok untuk hama yang aktif pada malam hari seperti penggerek batang, ganjur, dan walang sangit.
Prinsip kerja perangkap cahaya ini cukup sederhana yaitu dengan menarik serangga-serangga yang beterbangan menuju ke arah sumber cahaya kemudian disaat serangga tersebut mengerubunginya, mereka akan berputar-putar kemudian masuk kedalam perangkap yang telah kita pasang. Dengan demikian serangga yang telah terperangkap tersebut akan mati baik masuk kedalam air maupun menempel pada perekat. Dengan prinsip kerja seperti itu maka saat ini perangkap cahaya telah berkembang menjadi beberapa macam tergantung penggunaan sumber cahaya maupun bentuk perangkapnya. Namun, bagaimanapun bentuk/ragam perangkap cahaya tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaannya diantaranya :
Pemasangan perangkap cahaya diusahakan ditempat yang lebih tinggi atau setinggi tanaman dan diletakkan di tengah-tengah lahan sawah dengan populasi/kepadatan perangkap yaitu 1 perangkap untuk 100 m2, bila jumlah serangga semakin banyak maka jumlah perangkap pun dapat diperbanyak.
     Sumber cahaya yang digunakan haruslah tahan satu malam penuh sehingga disarankan agar menggunakan dari listrik, lampu minyak atau accu.Sumber cahaya berupa lampu templek diletakkan pada papan yang diikat kuat agar tidak jatuh.
Bila perangkap tersebut digunakan saat musim penghujan, maka pada lentera diberikan pelindung dari seng maupun kaleng agar tidak kehujanan.

2. Perangkap Warna
Selain ada yang tertarik terhadap cahaya, serangga hama tertentu juga lebih tertarik terhadap warna. Warna yang disukai serangga biasanya warna-warna kontras seperti kuning cerah.Keunggulan dari penggunaan perangkap warna ini adalah murah, efisien juga praktis. Namun perangkap ini hanya bisa digunakan pada hama siang hari saja. Prinsip kerjanya pun tidak jauh berbeda dengan perangkap cahaya dimana serangga yang datang pada tanaman dialihkan perhatiannya pada perangkap warna yang dipasang.
Serangga yang tertarik perhatiannya dengan warna tersebut akan mendekati bahkan menempel pada warna tersebut. Bila pada obyek warna tersebut telah dilapisi semacam lem, perekat atau getah maka serangga tersebut akan menempel dan mati.

3. Perangkap Aroma / Bau
Aroma atau bau tertentu juga dapat menarik perhatian serangga.ereka tertarik pada aroma yang dikeluarkan lawan jenisnya dengan zat tertentu saat akan melakukan kawin. Dengan mengetahui sifat serangga seperti itu maka telah dikembangkan perangkap aroma dengan menggunakan atraktan.Atraktan merupakan bahan pemikat yaitu suatu bahan kimia yang tergolong pestisida dimana bahan aktifnya bersifat memikat jasad sasaran yang biasanya khusus untuk serangga tertentu.Penggunaan perangkap aroma merupakan perangkap yang paling banyak digunakan petani terutama untuk pengendalian serangga lalat buah baik pada cabai, mangga dan lain-lain.Pada majalah ABDI TANI edisi lalu sedikit telah disinggung mengenai penggunaan atraktan Metil Eugenol dan Minyak Melaleuca Brachteata yang juga dapat digunakan sebagai sex feromon untuk menarik perhatian serangga lalat buah pada cabai.
Sebenarnya cukup banyak macam perangkap yang dapat digunakan dalam mengendalikan hama serangga namun apapun bentuk dan macam perangkap tersebut haruslah digunakan pada saat yang tepat yaitu : (1) setelah dilakukan pencangkulan untuk penangkapan serangga pertama dan sebelum terjadinya ledakan atau perkembangbiakan serangga tersebut, (2) Untuk tanaman kacang-kacangan perlakuan kedua dapat dilakukan pada saat benih mulai muncul tunasnya, dan (3) perlakuan berikutnya dilakukan pada saat tanaman akan berbunga atau berbuah, (4) untuk perangkap cahaya diusahakan agar lama pemasangan perangkap dapat satu malam atau lebih. Dimana bila pada malam pertama serangga yang terperangkap hanya sedikit maka dapat dicoba pemasangan perangkap pada malam selanjutnya dan dapat dihentikan bila serangga yang terperangkap jumlahnya masih sedikit.Sebaliknya bila ternyata perangkap dipenuhi serangga, pemasangannya dapat dilakukan sampai beberapa malam. (5) Papan perangkap harus selalu dikontrol terutama bagi perangkap yang menggunakan perekat. Usahakan segera dilakukan pergantian setiap dua minggu sekali atau jumlah serangga yang tertangkap banyak.
Penggunaan media perangkap sebagai alat pengendali hama ini bukan saja sesuai dengan prinsip pengendalian hama terpadu yang lebih ditekankan pada pengendalian secara mekanis dan biologis, namun juga dari segi ekonomi lebih hemat dan praktis. Namun demikian, upaya pengendalian cara ini tidak akan secara langsung menghilangkan semua hama serangga karena perangkap sifatnya hanya mengurangi populasi hama dan dapat dijadikan kontrol bagi kita untuk melakukan pengendalian yang lebih tepat disaat terjadi serangan hama yang lebih besar misalnya dengan melakukan penyemprotan menggunakan insektisida. Implikasinya kita dapat lebih mengoptimalkan penggunaan insektisida sehingga lebih efektif karena digunakan tepat pada waktunya setelah terlihat jumlah hama yang ada melebihi ambang batas.
4.Perangkap kuning
Jebakan ini didasari sifat serangga yang menyukai warna kuning mencolok. Musababnya warna itu mirip warna kelopak bunga yang sedang mekar sempurna. Permukaannya dilumuri lem sehingga serangga yang hinggap bakal lengket sampai ajal menjemputnya. Perangkap kuning ampuh memikat hama golongan aphid, kutu, dan tungau. Itu juga dijadikan indikator populasi hama di sekitarnya. Saat jumlah hama yang tertangkap perangkap melebihi ambang yang ditentukan, misalnya 50 individu kutu putih/hari, maka saat itu perlu dilakukan penanggulangan serius dengan pestisida kimia maupun biologis. Umumnya perangkap berbentuk lembaran triplek, fiber, atau karton tebal berukuran 15 x 15 cm2 dan dilumuri vaselin, oli, atau minyak jelantah dengan kepadatan 60—100 perangkap/ha.
5.Feromon
Jebakan itu dibuat dengan memanfaatkan kebutuhan komunikasi serangga pengganggu tanaman. Komunikasi itu dilakukan dengan hormon bernama feromon. Itu berguna untuk menunjukkan adanya makanan, memikat pejantan, menandai jejak, membatasi wilayah teritorial, atau memisahkan kelas pekerja, tentara, dan ratu. Yang sekarang banyak digunakan adalah feromon untuk menarik pasangan. Zat yang baunya mirip feromon betina disebut bahan atraktan dipasang pada perangkap yang ditempatkan di kebun. Serangga jantan akan tertarik dan masuk ke perangkap yang sudah diberi air atau lem. Makhluk sial yang tertipu itu pun menemui ajalnya. Sejak 2 tahun terakhir perangkap itu populer digunakan untuk memerangi lalat buah yang menjadimomok di perkebunan buah-buahan skala sedang sampai luas. Atraktan yang paling banyak dipakai adalah metil eugenol. Lahan 1 ha cukup dipasangi 8—10 perangkap lantaran aroma tajamnya bisa tercium dari jarak cukup jauh.
(Chester, 1959)

2.10 Hama penting tanaman
1. Nama : Hama penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis Guenee)
gejala : hama ini menyerang semua bagian tanaman jagung pada seluruh fase pertumbuhan. Kehilangan hasil akibat serangannya dapat mencapai 80%. Ngengat (sejenis kupu-kupu) biasanya aktif pada malam hari dan menghasilkan beberapa generasi per tahun, umur ngengat dewasa 7-11 hari.
2. nama : bulai (Downy Medew)
gejala :Pada tingkat penularan penyakit bulai yang parah, dapat menurunkan produksi dan bahkan menggagalkan panen. Penyakit ini dapat dikendalikan dengan perlakuan benih (seed treatment), yaitu mencampur benih dengan fungisida metalaksil secara merata dengan takaran 2 g untuk setiap kg benih
(Anonymous, 2011)
3. Nama : ulat grayak ( Spodoptera Litura)
     Gejala Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian dasar melekat pada daun (kadang- kadang tersusun dua lapis), berwarna coklat kekuningan, . Telur diletakkan pada bagian daun atau bagian tanaman lainnya, baik pada tanaman inang maupun bukan inang. Bentuk telur ber- variasi. Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu- bulu tubuh bagian ujung ngengat betina, berwarna kuning kecoklatan.
4. Nama : lalat bibit, (Antherigona sp)
Gejala : diikuti daun yang masih muda menggulung layu karena pangkalnya tergerek larva. Larva yang sampai ke titik tumbuh menyebabkna tanaman tidak dapat tumbuh lagi. Penyebabnya adalah lalat bibit (Antherigona sp), dimana imago aktif pada siang hari pukul 16.00, periode imago 7 hari. Telur diletakkan pada permukaan bawah daun secara terpisah satu sama lain. Periode telur 1-3 hari, lama stadium larva antara 8-10 hari dan stadium pupa antara 5-11 hari dan stadium imago rata-rata 8 hari. Pupa berada dalam tanah dekat tanaman, namun kadang-kadang dalam tanaman.
5.belalang (Dissosteira carolina )
Gejala : Belalang kayu memiliki ciri-ciri antara lain memiliki antena pendek, organ pendengaran terletak pada ruas abdomen serta alat petelur yang pendek. Kebanyakan warnanya kelabu atau kecoklatan dan beberapa mempunyai warna cemerlang pada sayap belakang. Serangga ini termasuk pemakan tumbuhan dan sering kali merusak tanaman. Adapun alat mulutnya bertipe penggigit pengunyah
(Sudarmono, 2002).
2.11 penyakit penting tanaman
1. Penyakit bulai disebabkan oleh jamur Sclerospora maydis. Bagian tanaman yang diserang adalah daun, terutama pada tanaman muda yang berumur di bawah 40 hari. Daun yang terserang berubah warna menjadi kuning keputih-putihan dan di bagian bawahnya muncul konidia berwarna putih, berbentuk seperti tepung. Serangan jamur ini akan meningkat pada suhu udara tinggi.
2.Busuk Kelobot JagungPenyakit ini disebabkan jamur Fusarium moniliformae. Gejala penyakit ini adalah muncul bintik-bintik bulat berwarna hitam kebiruan di kelobot. Tongkol yang terserang akan membusuk. Pencegahan penyakit ini dengan perendaman benih dengan fungisida sistemik. Selain itu, juga dengan cara tidak menanam jagung di dekat tanaman padi dan pisang karena kedua tanaman tersebut juga inang jamur Fusarium moniliformae.
3. penyakit :Bercak Daun Jagung di sebabkan jamur Helmintosporium turcicum  Gejala Penyakit ini menyerang daun, pelepah dan tongkol jagung. Gejalanya muncul bercak-bercak coklat dan kuning di daun, pelepah dan tongkol buah. Penyakit busuk daun menyebabkan proses fotosintesis terhambat sehingga produktivitas turun.
4. penyakit Karat Daun Jagung di sebabkan oleh jamur Puccinia polysora. Gejala awal berupa bercak-bercak merah dan keluar serbuk seperti tepung berwarna coklat kekuningan. Akibat penyakit ini, tanaman tidak dapat melkukan fotosintesis dengan sempurna sehingga pertumbuhannya melambat, bahkan tanaman dapat mati
5. Busuk Batang  merupakan Penyakit busuk batang disebabkan oleh bakteri Erwinia sp. Gejala awalnya, batang bagian bawah berubah warna menjadi kecoklatan kemudian membusuk, mati dan patah secara tiba-tiba. Dari titik patahan tercium bau busuk yang menyengat.
(Anonumous, 2011)
2.12 Faktor yang mempengaruhi Penyebaran Hama
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan OPT dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1.Faktor dalam adalah faktor yang berada dalam tubuh orgnisme seperti organ tubuh dan keadaan fisiologisnya.
2.Faktor luar adalah faktor yang berada di luar tubuh organisme yang mempengaruhinya langsung dan tidak langsung yaitu faktor fisik, biotik dan makanan.
Faktor fisik dapat dibedakan menjadi unsur cuaca dan topografi suatu daerah merupakan faktor penghambat atau sekurang-kurangnya mempengaruhi penyebaran OPT. Hal ini disebabkan oleh perbedaan topografi yang menyebabkan terjadinya perbedaan faktor iklim dan secara tidak langsung menimbulkan perbedaan tumbuhan yang tumbuh.
Faktor biotik adalah semua faktor yang pada dasarnya bersifat hidup dan berperan dalam keseimbangan populasi OPT. Termasuk dalam faktor biotik adalah parasit, predator, kompetisi dan resistensi tanaman.Faktor makanan adalah unsur utama yang menentukan perkembangan OPT. tersedianya inang(tanaman dan hewan) yang menjadi sumber makanan merupakan factor pembatas dalam menentukan taraf kejenuhan populasi (carryng Capacity) lingkungan atas OPT.
Faktor cuaca mempunyai peranan penting dalam siklus kehidupan serangga. Dalam batas yang luas, cuaca mempengaruhi penyebarannya, kelimpahanya, dan sebagai salah satu faktor utama penyebab timbulnya serangan hama. Kelimpahan serangga berhubungan erat dengan perbandingan antara kelahiran dan kematian pada suatu waktu tertentu. Kelahiran dipengaruhi antara lain oleh cuaca, makanan dan taraf kepadatannya. Kematian terutama dipengaruhi oleh cuaca dan musuh alami. Kepadatan dapat mengakibatkan emigrasi yang dapat berarti sebagai kurangnya individu di suatu lokasi yang dianggap suatu kematian. Cuaca berpengaruh langsung terhadap tingkat kelahiran dan kematian, secara tidak langsung cuaca mempengaruhi hama melalui pengaruhnya terhadap kelimpahan organisme lain termasuk musuh alaminya.
Organisme, khususnya serangga mempunyai daya menahan pengaruh faktor lingkungan fisik sehingga menjadi kebal. Organisme serangga dapat mengatasi keadaan yang ekstrem berupa adaptasi yang berhubungan dengan faktor genetis atau penyesuain yang sifatnya fisiologis. Serangga sesuai dengan sifatnya mempunyai kemampuan meyesuaikan diri dengan lingkungan tetapi karena serangga juga mempunyai sayap, serangga dapat pindah menghindari tempat yang ekstrim mencari tempat yang lebih sesuai.
(Nishida, 1970)
2.13Faktor yang Mempengaruhi Epidemiologi Tumbuhan
a.Berkurangnya populasi tumbuhan yang rentan.
Merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menurunnya epidemi, karena dengan berkurangnya populasi tumbuhan yang rentan memaksa sebagian penyebab penyakit (patogen) tidak mampu bertahan hidup sehingga jumlahnya semakin menurun dan hal ini menyebabkan suatu penyakit yang bersifat epidemik menjadi menurun. Contohnya yaitu Karat kopi yang disebabkan oleh Hemileia vastatrix yang semula menjadi penyakit yang epidemik mulai menurun stelah tanaman kopi tersebut di kurangi.

b.Penggantian kultivar tanaman yang rentan dengan yang tahan atau jenis tanaman yang lain
Faktor ini hampir sama dengan faktor di atas, karena dengan adanya penggantian kultivar tanaman yang rentan dengan tanaman yang tahan atau jenis tanaman yang lain secara langsung berpengaruh terhadap berkurangnya populasi tumbuhan yang rentan, sehingga penyebab penyakit tidak mempunyai tempat tinggal atau tempat untuk memenuhi kebutuhannya dan akhirnya epidemi suatu penyakit menjadi menurun. Sebagai contoh yaitu penyakit karat kopi yang disebabkan oleh Hemileia vastatrix yang terjadi di Sri Langka antara tahun 1870 sampai 1889, menjadi berkurang setelah didaerah tersebut tidak lagi menanam kopi atau mengurangi penanaman kopi dan menggantinya dengan tanaman teh.

c.Terjadinya populasi tumbuhan yang tahan
Setelah terjadi epidemi suatu penyakit dalam kurun waktu yang cukup lama membuat tanaman yang rentan menjadi musnah dan hanya tanaman yang mempunyai ketahanan resistensi alam yang mampu bertahan hidup. Kemudian tanaman yang tahan tersebut diperbanyak atau memperbanyak diri sehingga terjadi peningkatan populasi tumbuahan yang tahan. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan angka tanaman yang terserang oleh suatu penyebab penyakit. Contohnya yaitu penyakit Lanas atau penyakit kolot basah yang disebabkan oleh jamur Phytopthora nicotianae menjadi menurun karena adanya populasi tanaman yang tahan antara lain tembakau Virginia DB 101, NC 95 dan sebagainya.

d.Adanya upaya pengendalian penyakit
Upaya pengendalian penyakit yang dilakukan secra meluas sangat berpengaruh terhadap menurunnya epidemi, karena dengan perlakuan tersebut membuat patogen banyak yang mati sehingga jumlah tanaman yang terserang menjadi berkurang atau walaupun terserang tetapi intensitas serangannya tidak parah. Sebagai contoh yaitu penyakit cacar daun teh yang disebabkan oleh Exobasidium vexans disetiap musim hujan ditekan dengan penyemprotan beberapa macam fungisida secara meluas, yang sudah umum dilakukan oleh para penanam.

e.Adanya pengendalian alami (Natural control) oleh jasad antagonis
Salah satu faktor yang juga mempengaruhi menurunnya epidemi suatu penyakit yaitu adanya pengendalian yang terjadi secara alami oleh jasad antagonis. Akhir-akhir ini banyak sekali penelitian yang menjadikan hal tersebut sebagai bahannya, karena hal tersebut dianggap sebagai pengendalian yang ramah lingkungan dan tidak memerlukan biaya yang banyak. Contoh pengaruh pengendalian alami terhadap menurunnya epidemi yaitu penyakit karat nyali (blister rust, Cronartium ribicola) pada tanaman pinus dapat dikendalikan oleh jamur Tuberculina maxima dengan cara merusak spora Cronartium (Nishida, 1970).













BAB III
METODOLOGI

3.1. Tempat dan Waktu Pengamatan
    Praktikum ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Ngijo pada tanggal  08 Nopember 2011, pukul 06.00 – 09.15 wib.
3.2. Alat dan Bahan (beserta fungsinya + komoditas yang diamati)
Komoditas : jagung
Alat dan Bahan :
Pada Spora Trap
▪ Ajir± 1 meter                       : untuk memasang kaca preparat
▪ 3 Kaca Preparat                       : sebagai alat menangkap spora
▪ plastik warp                       : pengikat kaca preparat dan menutup petri
▪ Petridist/ cawan perti + penutup     : tempat kaca preparat yang sudah ada spora
▪ Minyak twin                       : untuk menangkap spora degan minyak
Pada pittfall
▪ Gelas air minum 10 buah         : sebagai perangkap
▪ Detergen bubuk                 : sebagai pemikat serangga
Pada yellow stiky trap
▪ kertas yellow trap 2 buah          : sebagai perangkap serangga
▪ Ajir ± 1 meter 2 buah             : tempat melekatkan yellow trap
3.3. Cara Kerja (diagram alir)
a.Spore Trap   
Siapkan alat dan bahan

 Pasangkan 3 kaca preparat pada bambu, asing-masing diletakkan di bawah, tengah dan atas

Olesi kaca preparat dengan minyak tween

 Letakkan spore trap pada lahan komoditas tomat

Ambil setelah 2-3 jam

Amati pada mikroskop dan dokumentasi
b.Pit Fall
 Siapkan alat dan bahan

Campurkan detergen + air pada 10 gelas aqua 

 Buat lubang pada sela-sela tanaman dan tanam hinga sama dengan permukaan tanah

 Ambil stelah 2-4 jam

 Taruh pada plastik dan amati serangga yang tertangkap

Buat klasifikasi dan dokumentasi

c.Yellow Trap
 Siapkan botol aqua bekas

 Pasang pada ajir dan balut botol aqua dengan yellow trap

Taruh pada tengah-tengah lahan

Ambil setelah 2-4 jam dan amati serangga yang tertangkap
3.4. Fungsi Perlakuan
Pada pembuatan spore trap, minyak tween di oleskan di atas kaca preparat secukupnya. Hal ini bertujuan agar spora dapat menempel dan terperangkap pada kaca preparat, yang kemudian digunakan untuk diamati dibawah mikroskop. Fungsi pengamatan spore trap yaitu untuk mengamati spora yang menyerang danyang ada di sekitar tanaman budidaya, sehingga dapat meramalkan penyakit yang akan menyerang suatu tanman budidaya. Spore trap ini diletakkan di tengah-tengah lahan komoditi, dengan tinggi yang sejajar dengan tanaman budidaya dengan tujuan agar data pengamatan spora yang didapat lebih valid karena biasanya spora terdapat pada tinggi tanaman yang sama.
Pada pembuatan pitfall, air sabun berfungsi sebagai penjebak hama atau serangga yang berada di atas permukaan tanah, di sekitar tanaman budidaya. Jika serangga tersebut melewati pitfall, maka serangga akan jatuh ke dalam gelas aqua, dan serangga akan mati karena terkena air sabun. Fungsi pengamatan pada pitfall berfungsi untuk mengamati hama dan musuh alami yang  berada di atas permukaan tanah di sekitar tanaman budidaya, sehingga dapat menganalisis vegetasi atau presentase keberadaan musuh alami dan serangga yang berada di sekitarnya.
Untuk spore trap mengambil bambu , menyiapkan kaca preparat dan tali rafia untuk mengikat kaca preparat dengan bambu, mengolesi minyak tween untuk membuat hama atau serangga menempel dengan bau. Setelah 4 jam mengambil serta mengamati dengan mikroskop.
Untuk fit fall menyiapkan alat berupa aqua gelas sebanyak 10 gelas  dan air sabun sebagai media penangkapan serangga dan agar saat serangga atau hama masuk ke dalam air sabun tersebut tidak bisa terbang kembali karena menempel. Membiarkan selama 4 jam mengambil dan taruh hama atau serangga yang ada dalam aqua gelas ke dalam plastik bening terakhir mengamati dengan kunci determinasi.
Untuk Yellow trap menyiapkan alat berupa bambu, aqua botol dan yellow trap. Mengelupaskan yellow trap (seperti stiker) kemudian tempelkan secara melingkar dari botol aqua agar hama dan serangga terkena secara merata. Menancapkan yelow trap dengan bambu di komoditas tomat. Biarkan selama 4 jam lalu ambil dan mengamati.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penyakit penting komoditas yang di amati
1. Nama penyakit : Busuk Kelobot Jagung
Pathogen : jamur Fusarium moniliformae
Gejala + gambar : Gejala penyakit ini adalah muncul bintik-bintik bulat berwarna hitam kebiruan di kelobot. Tongkol yang terserang akan membusuk. Pencegahan penyakit ini dengan perendaman benih dengan fungisida sistemik.

2. Nama penyakit :Bercak Daun Jagung
Pathogen : Helmintosporium turcicum
Gejala + gambar : Penyakit ini menyerang daun, pelepah dan tongkol jagung. Gejalanya muncul bercak-bercak coklat dan kuning di daun, pelepah dan tongkol buah. Penyakit busuk daun menyebabkan proses fotosintesis terhambat sehingga produktivitas turun.


3.Nama penyakit :Karat Daun Jagung
Pathogen : jamur Puccinia polysora.
Gejala + gambar :Gejala awal berupa bercak-bercak merah dan keluar serbuk seperti tepung berwarna coklat kekuningan. Akibat penyakit ini, tanaman tidak dapat melkukan fotosintesis dengan sempurna sehingga pertumbuhannya melambat, bahkan tanaman dapat mati

(putut,2011)

4.2 Pitfall
1.Anggang – anggang (Limnoganus sp)
a.Nama Latin     : Limnoganus sp
b.Nama Umum     : anggang – anggang
c.Musuh alami :  ulat, semut dan insect kecil lainnya
d.Analisa hasil pengamatan: Tubuh panjang dan ramping, Memilki sepasnag antenna, Bewarna gelap dan hitam,Memilki 2 pasang kaki, Memilki 3 pasang tungkai

(Natawigena,1990)
2.Laba – laba (Lycosa sp)
a. Nama Latin     : Lycosa sp
b. Nama Umum     : Laba – laba
c. musuh alami : kutu, kepik, dan serangga lain
d. Menurut pengamatan :
Memiliki 4 pasang kaki
Tubuh terdiri dari cephalothorax,dan abdomen (terdiri atas 2 segmen)
Warna tubuh biasanya abu-abu,cokelat dan hitam
Kepala dan perut menyatu
(Stenhaus,1963)

3.Semut Rang – rang (Soleonopsis sp)
a. Nama Latin     : Soleonopsis sp
bNama Umum     : Semut rang – rang
c.Musuh alami : kutu, kepik, ulat
d.Menurut pengamatan:
Memiliki sepasang antenna
Bewarna hitam kemerahan
Memiliki 3 pasang tungkai
Tubuh terdiri dari caput,thorax dan abdomen
Pada mulut ada capit
Tungkai pada thorax
(Schlinger, 1973.)
4.3 yellow trap
1. Capung (Anax junius)
a.Nama Latin     : Anax junius
b.Nama Umum     : Capung
c.musuh alami : Ngengat, walang sangit, walang hijau
d.Menurut pengamatan :
Memiliki sepasang mata majemuk
Memiliki sepasang sayap transparan
Memiliki 3 pasang kaki
Tubuh terdiri dari caput,thorax dan abdomen
 (stenhous, 1963)

2. Kumbang Kubah Spot M (Menocillus sexmaculatus)
a.Nama Latin     : Menocillus sexmaculatus
b. Nama Umum     : Kumbang kubah spot M
c. Musuh alami : Kutu daun, wereng, lalat tebu
d. Menurut pengamatan :
Berbentuk bulat separuh
Memiliki 3 pasang tungkai
Memiliki sepasang antenna
2.Memiliki sayap dengan corak seperti huruf “M”

(Anonymous, 2011)
3.Belalang hijau (Oxyachinesis)
a. nama umum : belalang hijau
b. nama latin : Oxyachinesis
c. musuh alami : kutu, ulat, dan insect yang lebih kecil
d. Analisa hasil pengamatan:
Memiliki 3 pasang tungkai
Memiliki 1 pasang antenna
Memiliki 1 pasang sayap
Warna hijau muda
Tubuh terdiri atas caput,thorax dan abdomen
(Subiyakto,2000)
4.belalang Sembah (Stegmomantis carolina)
a.Nama Latin     : Stegmomantis carolina
b.Nama Umum     : Belalang sembah
c.Musuh alami : kutu, ulat, dan insect yang lebih kecil
b.Analisa hasil pengamatan:
Memiliki 3 pasang tungkai
Memiliki 1 pasang antenna
Memiliki 1 pasang sayap
Warna hijau muda
Tubuh terdiri atas caput,thorax dan abdomen
(Subiyakto,2000)

BAB V
 PENUTUP

5.1.Kesimpulan
Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh hasil pada sporotrap kelompok kami mengalami kegagalan di karena letak penangkapannya masih kurang bagus dan strategis. Dan juga di pengaruhi oleh faktor angin juga dll.
Dari pengamatan yang telah dilakukan pada Yellow Trap didapatkan hasil bahwa hanya hama yang tertangkap pada yellow trap sedangkan musuh alaminya tidak ada. Hama tersebut adalah Lalat Buah (Drosophila melanogaster) dari ordo Diptera dan Kutu Daun (Aphid Sp.) dari ordo Hemiptera.
Dan dari hasil penangkapan hama dan serangga pada pitfall di dapat hasil bahwa yang tertangkap hanya serangga predator saja dan sedangkan pada hama kami hanya menemukan belalang saja.

5.2. Saran
Praktikum sudah berjalan dengan lancar dan asisten sudah menemani dengan baik, terimakasih.


DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2011. Http// Wikipedia.com diakses pada 14 desember 2011
Anonimous. 1984. Pedoman Pengujian Efikasi Untuk Pendaftaran Pestisida. Komisi Pestisida Departemen Pertanian.
Anonimous. 1986. Pedoman Pengamatan dan Pelaporan Perlindungan Tanaman Pangan. Jakarta. 46p.
Chester, K.S. 1959. How Sick is The Plant? Dalam Horsfall, J.G. & Dimond, A.E. (eds). Plant Pathology Press. New York. London.
Elliot, J.M. 1977. Statistical Analysis of Samples of Benthic Invertebrete. Freshwater Biological Association. 156p.
James, C. 1971. A Manual of Assesment Keys for Plant Diseases. Canada Dept. Agric. Publication No. 1458.
Morris. R.F. 1960. Sampling Insect Populations. Forest Biology Lab. Frederiction. Canada.
Nishida, T. & Torri T. 1970. A Handbook of Field Methods for Research on Rice Sten-Borers and Their Natural Enemies. International Biological Programme. London. 132p.
Southwood, T.P.E. 1966. Ecological Methods. Chapman and Hall. London. 391p.
Zadoks, J.C. & Schein R.C. 1979. Epidemiology and Plant Disease Management. Oxford University Press. New York. Oxford. 427 p.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar